Histeria Nasyid Vs Derita Umat Islam

Budaya pop dalam Islam makin merebak di seluruh dunia. Namun, perkembangannya semakin tipis menggerus nilai-nilai Islam itu sendiri.

Baru-baru ini, Sami Yusuf, seorang munsyid asal Inggris menggelar konser nasyid di London. Banyak yang menonton konser ini, termasuk juga tokoh-tokoh terkenal yang masuk Islam, seperti Yvonne Riddle, seorang perempuan Yahudi yang ditangkap oleh Taliban ketika menjalankan tugas, namun kemudian malah masuk Islam.

Dalam konser itu, Sami Yusuf mengajak audiensinya untuk berteriak jika mereka bangga menjadi orang Inggris. Ketika audiens berteriak membahana, Sami Yusuf mengatakan ia tidak bisa mendengarnya dan memintanya lagi untuk kembali berteriak kencang.

Banyak yang mengerutkan kening atas momen ini. Inggris adalah negara ketiga yang paling dibenci di seluruh dunia. Union Jack dibasahi oleh darah orang-orang Muslim di Iraq, Afghanistan dan Palestina. Dan sejarahnya dibangun lewat penjajahan, perbudakan, brutalitas, siksaan, dan tekanan. Dan Inggris sama sekali belum pernah punya kebanggaan apapun sejak memenangi Piala Dunia tahun 1966. Mengapa seorang Sami Yusuf begitu bangga pada negara seperti ini, sementara ia adalah seorang Muslim?

Dalam konser itu, Sami Yusuf juga yang membuat Inggris pantas dibanggakan adalah Metropolitan Police Force yang anggotanya terdapat orang Islam juga. Padahal, inilah kesatuan yang menembak seorang Muslim setahun yang lalu dengan dalih tidak bisa membedakan antara orang Bangladesh dan Brazil. Dan kesatuan polisi ini pula lah yang telah menyerang 3000 rumah orang Islam di Inggris sejak peristiwa 9/11.

Apa yang dilakukan oleh Sami Yusuf di Inggris, terjadi juga di Amerika. Saat ini, di Negara Paman Sam tengah marak band anak muda (boys band) seperti 786 dan Mecca2Medina. Ini mungkin sesuatu yang menggembirakan, namun di balik itu, histeria pengaguman kaum muslimah perempuan di Amerika tak ubahnya seperti yang terjadi di American Idol dan X-Factor. Namun ada juga para munsyid seperti Abu Ali dan Abu Abdul Malik, dari Deen, yang menjaga histeria tak terkendali.

Secara keseluruhan, konser nasyid sudah berubah menjadi suatu kemeriahan yang membahana. Jeritan dan teriakan memanggil nama sang munsyid bukan lagi sesuatu yang aneh. Padahal, di belahan bumi yang lain, penderitaan terhadap orang-orang Muslim sedang terjadi. Misalnya saja di Uzbekistan, Kashmir, Afghanistan, Chechnya, Palestina, dan Iraq.

Budaya pop Islam dan kondisi dunia Islam sesungguhnya, sungguh suatu kondisi yang membuat miris. (sa/wknngslm)