ICC Seharusnya Juga Tangkap George W. Bush

Jika International Criminal Court bisa mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Omar al-Bashir dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Darfur, seharusnya ICC juga bisa mengeluarkan perintah yang sama terhadap mantan presiden AS George W. Bush dengan tuduhan yang sama.

Hal tersebut diungkapkan David Crane, profesor bidang hukum internasional di Syracuse University dan mantan jaksa penuntut dari PBB dalam kasus kejahatan kemanusiaan di Sierra Leone yang melibatkan Presiden Liberia, Charles Taylor.

Crane mengatakan, prinsip-prinsip hukum yang digunakan ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap al-Bashir juga bisa diberlakukan untuk mengeluarkan surat penangkapan terhadap Bush dengan tuduhan bahwa ia dan pemerintahannya diduga melakukan dan menggunakan penyiksaan dalam teknik interogasi terhadap para tersangka terorisme.

Apalagi pada bulan Desember kemarin, mantan presiden AS Dick Cheney sudah mengakui adanya teknik penyiksaan, misalnya teknik waterboarding, selama masa pemerintahan Bush.

Pernyataan Crane bahwa ICC juga bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Bush, didukung oleh Richard Dicker, direktur program hukum internasional di organisasi Human Rights Watch. Dicker mengatakan, surat penangkapan yang dikeluarkan ICC terhadap al-Bashir mendorong munculnya diskusi-diskusi tentang kemungkinan untuk melakukan penyelidikan yang sama pada jajaran pejabat di masa pemerintahan Bush. Meski prospek untuk menyeret Bush dan pejabatnya ke mahkamah internasional sangat sulit, karena pemerintah AS tidak mengakui ICC. Penyelidikan terhadap Bush hanya bisa dilakukan jika mendapat restu dari Dewan Keamanan PBB, sementara AS adalah anggota tetap dan memiliki hak veto di DK PBB.

Surat perintahan penangkapan terhadap al-Bashir, merupakan surat perintah penangkapan yang pertama kalinya dikeluarkan ICC terhadap seorang kepala negara yang masih berkuasa. Pimpinan ICC, Luis Moreno-Ocampo menyatakan al-Bashir berada di belakang berbagai aksi kekerasan dalam konflik Darfur yang sudah berlangsung selama enam tahun dan sudah menelan 300.000 korban jiwa. (ln/prtv)