IFAB dan FIFA Beda Penafsiran Soal Jilbab Dalam Sepakbola

Kasus jilbab pemain sepakbola di Kanada terus bergulir. International Football Association Board (IFAB) dan Federation Internasional de Football Association (FIFA) berbeda penafsiran soal jilbab yang dikenakan pemain sepakbola wanita.

Setelah menggelar pertemuan pada Sabtu (3/3), IFAB memutuskan bahwa bahwa jilbab tidak boleh dikenakan dalam permainan sepakbola, berdasarkan Aturan Permainan (Laws of the Game) yang berlaku. Untuk itu mereka menyatakan apa yang telah dilakukan oleh wasit dalam turnamen sepakbola di Quebec dengan mengeluarkan seorang pemain berjilbab, adalah tindakan yang benar.

"Benar, bahwa kita harus sensitif terhadap pemikiran dan filosofi seseorang. Tapi, ada seperangkat peraturan yang juga harus dipatuhi-dan kami mematuhi aturan nomor empat, " ujar Brian Barwick, anggota IFAB.

Aturan nomor 4 berisi tentang peraturan apa saja yang boleh dan tidak boleh digunakan oleh pemain, tapi secara khusus tidak menyebut tentang penutup kepala. Peraturan itu hanya menyebut "seorang pemain tidak boleh menggunakan alat atau mengenakan sesuatu yang bisa membahayakan diri sendiri dan pemain lainnya. "

Namun FIFA dalam pernyataannya mengatakan bahwa masalah jilbab sudah termasuk dalam aturan nomor empat. Meski demikian, pandangan FIFA tentang kasus jilbab ini agak berbeda.

Salah seorang pejabat FIFA, Nicholas Maing pada surat kabar The Gazette edisi Minggu (4/3) mengatakan, tidak ada larangan jilbab dalam aturan permainan. Dalam kasus ini ia mencontohkan, seorang penjaga gawang dibolehkan mengenakan pelindung kepala. Sejauh ini, FIFA memang belum memberikan pernyataan tegas dalam kasus jilbab pemain sepakbola di Kanada ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus jilbab dalam sepakola ini mencuat ketika wasit mengeluarkan seorang anggota tim sepakbola wanita berjilbab asal Quebec bernama Asmahan Mansur dari arena turnamen sepak bola. Wasit melarang Asmahan memperkuat timnya, karena jilbab Asmahan dianggap membahayakan.

Kasus ini menimbulkan perdebatan hangat di Kanada. Rekan dan pelatih Asmahan, serta sejumlah organisasi Muslim memprotes keputusan wasit.

Anisa Ali daru United Muslim Women of Canada pada CTV Newsnet mengatakan, larangan mengenakan jilbab dalam bidang olahraga menimbulkan kesan yang negatif, khususnya bagi anak-anak muda yang berharap bisa ikut dalam kegiatan atletik.

"Kami, sebagai Muslimah, punya hak untuk ikut aktif dalam olahraga seperti kalangan wanita non-Muslim lainnya. Saya pikir ini adalah masalah yang seharusnya mulai dipikirkan oleh PBB dalam kaitan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, " tukas Anisa seraya menegaskan bahwa pihak akan segera mengambil langkah hukum untuk kasus Asmahan.

Sementara itu, Louis Maneiro, pelatih Asmahan merasa kecewa dengan keputusan IFAB. Ia menganggap apa yang terjadi dengan Azzy-panggilan Asmahan-tidak adil dan bisa terulang pada pemain lainnya.

"Saya berharap IFAB mau menjelaskan tentang peraturan itu. Karena saat ini, ada banyak penafsiran tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh. Mereka membuat anak-anak bingung, " ujar Maneiro. (ln/iol)