Israel: Kota Yerusalem Mutlak Milik Bangsa Yahudi

Israel menegaskan tidak akan melepaskan kota Yerusalem dan tetap akan mempertahankan kota itu sebagai bagian dari kedaulatannya. Hal tersebut disampaikan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dalam peringatan Hari Yerusalem, hari ketika Israel berhasil merampas Kota Yerusalem dalam Perang Arab-Israel tahun 1967.

"Kedaulatan Israel atas kota suci dan bersejarah Yerusalem akan abadi selamanya. Yerusalem menjadi jantung bagi orang-orang Yahudi, " kata Olmert dalam pidatonya.

Ia melanjutkan, "41 tahun yang lalu, selama perang yang dilancarkan terhadap kami, Yerusalem berhasil dibebaskan dan dipersatukan. Setelah ribuan tahun lamanya, Yerusalem kembali menjadi pusat bagi bangsa Yahudi."

Pada tahun 1980, rejim Zionis Israel mengeluarkan produk hukum yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah "ibukota abadi bagi Israel dan tidak boleh terbagi." Namun klaim Israel itu tidak pernah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional yang menganggap rejim Zioni sebagai penjajah di wilayah Palestina dan penguasaan Israel terhadap wilayah Palestina termasuk kota Yerusalem merupakan tindakan ilegal.

Presiden Palestina Protes Pemukiman Israel

Di saat Israel mengklaim Yerusalem sebagai kota milik bangsa Yahudi, Presiden Palestina Mahmud Abbas memprotes pemerintahan Zionis yang terus membangun pemukiman-pemukiman baru bagi Yahudi di sekitar Yerusalem. Abbas menyampaikan protes itu langsung pada Olmert dalam pertemuan di Yerusalem, Senin (2/6).

Juru runding Palestina Saeb Erekat menyatakan, tindakan Israel yang masih melalukan pembangunan pemukiman baru di Tepi Barat telah merongrong kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan Annapolis bulan November lalu. Sementara Perdana Menteri Abbas, Salam Fayyad mengirimkan surat resmi pada Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) agar menolak keanggotaan Israel karena tindakan Israel yang lagi-lagi melanggar kesepakan untuk menghentikan pembangunan pemukimannya di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Fayyad berharap, OECD bisa menekan Israel agar mematuhi kesepakatan dengan Palestina. Tapi pihak Israel, lewat juru bicara perdana menteri Olmert, Mark Regev menilai surat Fayyad pada OECD "kontraproduktif" karena dilakukan saat proses pembicaraan antara Abbas dan Olmert sedang berlangsung.

Menurut Regev, proses pembicaraan damai antara Abbas dan Olmert akan berlanjut dan Olmert telah menegaskan kembali komitmennya untuk membuat kesepakatan bagi terbentuknya negara Palestina pada akhir tahun 2008 mendatang. (ln/alaraby)