Kaum Ibu Ghaza "Serbu" Perbatasan Rafah, Desak Mesir Buka Perbatasan

Ribuan warga Palestina menyerbu perbatasan Rafah dalam aksi unjuk rasa, mendesak agar perbatasan yang berbatasan dengan Mesir dan satu-satunya akses untuk keluar masuk Jalur Ghaza dibuka, untuk meringankan beban warga Ghaza akibat blokade Israel.

Aparat keamanan Mesir yang menjaga perbatasan melepaskan tembakan peringatan dan dengan menggunakan tongkat pemukul serta water canon, mencoba menghalau para pengunjuk rasa yang kebanyakan kaum ibu Palestina, yang mencoba merangsek ke dalam perbatasan. Akibatnya, 60 perempuan Palestina dan 11 polisi perempuan Mesir luka-luka. Sedikitnya 30 mobil ambulan dikerahkan untuk mengangkut korban luka dan mengumpulkannya di terminal Rafah.

Shamiya Arafat, ibu enam anak yang ikut dalam aksi unjuk rasa itu mengungkapkan kemarahannya, "Tak seorang pun di dunia ini yang melihat kami, tak seorang pun yang membantu kami."

"Negara-negara Arab seharusnya membantu kami. Tapi mereka malah berdiri bersama Israel karena mereka takut pada Amerika dan Israel, " tandas Arafat.

Kecaman serupa dilontarkan Umi Ahmad yang juga ikut berunjuk rasa. Ia mengatakan, negara-negara Arab seharusnya bersatu dengan Palestina mencabut blokade Israel dan bukan malah ikut melawan Palestina. Umi Ahmad juga mengecam Mesir yang tidak mau membuka perbatasan demi membantu warga Ghaza yang sedang dalam kesulitan.

"Kenapa Mesir tidak mau membuka perbatasan? Karena Bush (presiden AS) memberi mereka dollar, " tuding Umi Ahmad.

Mesir, lewat juru bicara kementerian luar negerinya, Hossam Zaki menyatakan "penyesalan yang mendalam atas insiden di perbatasan Rafah." Ia meminta Hamas yang saat ini memegang kontrol di Jalur Ghaza untuk mengendalikan situasi agar insiden serupa tidak terulang.

Insiden ini terjadi bersamaan dengan pengiriman bahan bakar ke Ghaza oleh Israel. Akibat kecaman dan tekanan dunia internasional, PM Israel Ehud Olmert hari Selasa (22/1) menyatakan akan melonggarkan blokade dengan mengirim pasokan bahan bakar ke Ghaza dalam jumlah yang terbatas. Israel hanya mengirimkan pasokan 700.000 liter bahan bakar yang hanya cukup digunakan untuk pembangkit listrik selama dua hari.

Presiden Palestina Mahmud Abbas menyatakan bahwa pasokan itu tidak cukup menutupi kebutuhan di Ghaza dan mendesak Israel agar mencabut blokadenya secara penuh. "Kami akan terus berupaya agar blokade ini dicabut total, " tukas Abbas pada para wartawan di Ramallah, Tepi Barat.

Ia melanjutkan, "Bukan rakyat yang menembakkan roket. Kami mengecam mereka yang menembakkan roket dan tetap akan mengecam. Mereka harus dihentikan."

Namun Kepala Biro Politik Hamas Khalid Mishaal di lokasi pengasingannya di Damaskus menegaskan bahwa serangan roket ke Israel akan terus berlangsung selama rejim Zionis masih "membantai" rakyat Palestina di Ghaza dan Tepi Barat.

Sementara itu, parlemen Irak dengan suara bulat mengutuk serangan dan blokade Israel terhadap Jalur Ghaza. Parlemen Irak menyetujui bantuan bagi warga Ghaza, berupa makanan, obat-obatan, lewat kordinasi dengan Liga Arab dan PBB. Diharapkan bantuan lain akan segera mengalir. Cuma persoalannya, apakah Israel akan membuka pintu-pintu agar bantuan itu bisa didistribusikan ke penduduk Ghaza? (ln/aljz/iol)