Keluarganya Terbunuh, Fakhr Pun Memilih Bergabung dengan Taliban

Analisa yang mengatakan bahwa perang negara-negara Barat, utamanya AS melawan terorisme justru menyuburkan terorisme ada benarnya. Fakri, pemuda yang masih berusia 20 tahun ini, menjadi korban perang melawan terorisme itu dan sekarang memilih untuk bergabung sebagai pejuang Muslim yang melawan hegemoni Barat.

Peristiwa enam bulan lalu telah mengubah jalan hidup Fakhr, yang semula bercita-cita menjadi seorang ekonom. Untuk itu ia menimba ilmu ekonomi perdagangan di sebuah universitas di Wana, ibukota Waziristan Selatan. Mimpinya adalah meraih gelar master bidang ekonomi di universitas itu.

Namun serangan militer Pakistan ke desa Tiarza-sekitar 30 kilometer sebelah utara Wana-desa tempat kelahiran Fakhr memupuskan mimpinya itu. Serangan yang katanya ditujukan pada kelompok militan pimpinan Baitullah Mehsud yang diduga banyak bersembunyi di Tiarza, malah memporakporandakan rumah keluarga Fakhr. Akibat serangan tersebut, Fakhr kehilangan tiga anggota keluarganya, seorang kakak laki-laki dan dua orang sepupunya.

Peristiwa itu sangat membekas di hati Fakr. Selama dua hari setelah pemakaman keluarganya, Fakhr merenung sampai akhirnya dengan tekad bulat memutuskan untuk bergabung dengan pejuang Taliban untuk melakukan Badal atau balas dendam atas kematian keluarganya.

Pada Islamonline Fakhr menyatakan bahwa seluruh keluarga mendukung keputusannya. "Kami semua yakin bahwa kakak dan sepupu saya dibunuh atas perintah Amerika. Padahal mereka tidak punya hubungan apapun dengan kelompok Mehsud (tokoh paling dicari Pakistan). Mereka semua sudah pergi, tapi saya masih di sini untuk balas dendam, " tandas Fakhr yang berasal dari Etnis Pathan.

Saat diwawancari, Fakhr menggunakan busana khas laki-laki Pakistan berupa shalwar ghamis. Kulitnya putih, tubuhnya atletis dengan jambang tipis di sekitar wajahnya. Ia menolak ketika akan difoto.

Fakhr mengungkapkan keyakinannya, suatu saat ia bisa membalas orang-orang Amerika yang telah memerintahkan membunuh anggota keluarganya. Ia juga mengecam tentara Pakistan yang hanya menuruti kemauan negara asing. "Mereka telah memaksa kami mengangkat senjata, " tandas Fakhr.

Pakistan merupakan pendukung AS dalam kampanye perang melawan terorisme. Negara itu mengerahkan sekitar 100.000 pasukannya ke pelosok-pelosok wilayah Pakistan untuk membasmi apa yang mereka sebut sebagai kelompok militan. Namun kenyataannya, operasi militer yang mereka lakukan lebih banyak menelan korban dari kalangan warga sipil.

"Mereka membom dengan cara membi buta tanpa mempertimbangkan baha di situ ada kaum perempuan dan anak-anak, " kata Fakhr dengan nada emosi.

Menurut Fakhr, di desanya banyak pemuda yang seperti dirinya, bergabung dengan kelompok pejuang untuk membalas dendam kematian anggota keluarganya. "Tidak ada pilihan lain bagi para pemuda di sini, kecuali bergabung dengan Taliban yang akan melatih dan membantu mereka melakukan pembalasan, " kata seorang pemuka suku menguatkan pernyataan Fakhr. (ln/iol)