Tentaranya Banyak Mati, Israel Kembangkan Robot Militer

Surat kabar Amerika "The Wall Street Journal" melaporkan bahwa untuk menghindari jatuhnya banyak korban manusia khususnya tentara dalam medan konflik – Israel kedepannya akan mengembangkan pasukan robot yang akan beroperasi secara otomatis pada mekanisme pertempuran di udara, laut dan darat, sementara itu para ahli memperkirakan bahwa sepertiga kendaraan militer dalam pasukan pendudukan Israel dalam waktu 10 hingga 15 tahun mendatang adalah robot.

Surat kabar tersebut mengatakan pada hari Selasa kemarin (12/1): "Untuk menghindari kerugian dengan banyaknya tentara Israel yang mati dalam konflik – lebih dari enam puluh tahun perang yang dialami Israel – telah membuat Israel mencoba mengembangkan industri militer teknologi tinggi sehingga menjadikan Israel menjadi salah satu negara terkemuka di dunia yang menciptakan robot militer."

Hal ini dikaitkan dengan pernyataan dari Kepala Angkatan Udara teknologi Israel pada pasukan pendudukan – Erwin Berebe yang mengatakan: "Kami mencoba untuk menyusun mekanisme beroperasi secara otomatis di berbagai medan perang daripada harus menurunkan pasukan tentara manusia, dengan mekanisme ini memungkinkan untuk melakukan lebih banyak tugas-tugas tanpa membahayakan kehidupan setiap tentara Israel."

Era robot

Sedangkan wakil presiden perusahaan "Rafael" yang bergerak dalam bidang pengembangan sistem pertahanan militer canggih – Giora Katz menyatakan bahwa sepertiga dari kendaraan militer Israel kedepannya adalah robot.

Katz mengatakan: "Dalam kurun waktu 10-15 tahun kedepan sepertiga kendaraan militer tentara Israel adalah robot .. Kita sedang bergerak menuju era robot," seperti dilaporkan oleh Wall Street Journal.

Surat kabar itu juga menyebutkan bahwa lebih dari 40 negara terpaksa harus menggunakan robot militer, seperti militer AS dan banyak negara lain yang menggunakan pesawat tempur tak berawak (drone) untuk menyerang target-target musuh mereka, meskipun gerilyawan Hizbullah Libanon bisa merontokkan empat pesawat tanpa awak milik Israel dengan menggunakan senjata yang diproduksi di Iran selama perang musim panas tahun 2006 antara Hizbullah dan Israel.

Pada invasi AS ke Irak pada Maret 2003, Amerika Serikat menggunakan sejumlah pesawat "Drone" tersebut untuk menyerang target maupun personil musuh mereka, AS kini memiliki sekitar tujuh ribu pesawat tanpa awak dengan mekanisme otomatis yang beroperasi di udara, dan lebih dari 12 orang di daratan yang mengendalikan pesawat tersebut untuk melaksanakan misi pengintaian dan serangan udara.

Tahun lalu angkatan perang udara AS untuk pertama kalinya melatih para tentara untuk "mengendalikan" pesawat tak berawak lebih banyak daripada jumlah pilot pesawat jet pemburu dan pesawat pengebom yang berisi manusia.

Menurut mantan pejabat militer AS, Thomas Tate, Israel, Jepang dan Amerika Serikat unggul dalam program-program seperti itu hal ini didorong oleh perkembangan pesat teknologi dan penyebaran mekanisme untuk memenuhi kebutuhan lapangan, sesuai dengan kemajuan jaman.

Dengan adanya teknologi baru ini menempatkan Israel pada posisi puncak dalam pengembangan mekanisme militer dengan teknologi canggih.

Israel telah meluncurkan mekanisme ini di perbatasan utara dengan Libanon untuk mencegah infiltrasi Hizbullah ke Israel, setelah penculikan dua tentara mereka pada tahun 2006.

Israel juga menggunakan buldoser yang digerakkan secara otomatis selama agresi mereka di Gaza tahun lalu.(fq/iol)