Ketika Erdogan Berkata tentang Demokrasi

Perdana Menteri Turki Recep Tayyep Erdogan menyatakan, beberapa langkah dan agenda demokrasi yang dikampanyekan dan dijalankan oleh pemerintahannya untuk mengatasi permasalahan etnik Kurdi dan minoritas lainnya, merupakan bagian dari proyek besar untuk mengatasi berbagai macam permasalahan Turki lainnya.

Dalam sidang parlemen yang digelar pada Jum’at (13/11) kemarin, Erdogan menjelaskan panjang lebar terkait agenda keterbukaan dan demokrasi yang tengah dijalankannya. Dijelaskan Erdogan, menjadi sebuah kesalahan jika memahami agenda tersebut sebagai sebuah tahap penyelesaian masalah terorisme dan minoritas Kurdi saja.

"Tetapi, lebih jauh lagi, tujuan utama dari dijalankannya agenda keterbukaan dan demokrasi itu adalah untuk persaudaraan dan persatuan semua unsur negara," kata Erdogan.

Dikatakan Erdogan, sejak empat bulan yang lalu pihaknya berupaya menjelaskan agenda ini di hadapan pihak oposisi dan semua unsur politik Turki, berharap agar mereka bisa memahami dan menyetujui agenda ini.

Di antara pihak yang menentang inisiatif keterbukaan, demokrasi, dan persamaan hak yang dijelontorkan Erdogan adalah sayap oposisi CHP pimpinan Deniz Baikal yang berhaluan sekuler-ekstrim. Baikal menentang adanya keterbukaan dan persamaan hak bagi etnik Kurdi yang merupakan etnik minoritas di Turki, selain Yunani, Rusia, Armenia, dan Arab.

Langkah yang dijalankan Erdogan ini terbilang mengejutkan dan luar biasa. Pasalnya, pemerintahan sebelum Erdogan senantiasa bersikap represif dan diskriminatif terhadap entitas Kurdi. Hal inilah yang kemudian "memaksa" Kurdi menjadi pihak pemberontak dan separatis di hadapan Turki.

Agenda keterbukaan, demokrasi, dan persamaan hak pemerintahan Erdogan juga turut dijelaskan oleh Menteri Dalam Negeri Turki Basir Atalay dalam sidang parlemen tersebut.

Atalay menjelaskan, di antara sekian rencana dari agenda tersebut adalah menghilangkan aturan yang melarang penggunaan bahasa Kurdi, membuka ruang yang lebih lebar bagi etnik Kurdi yang sebelumnya selalu dibatasi, menamakan kembali desa-desa Kurdi dengan nama aslinya,serta mendirikan Komisi Pemberantasan Diskriminasi dan Komisi Pengaduan atas Penyiksaan Tentara.

Ditambahkan Atalay, dengan diterapkannya kebijakan keterbukaan ini, para politikus Kurdi juga bebas berbicara dengan bahasa mereka dalam kampanye-kampanye lokal.

"Inisiatif, agenda, dan kebijakan keterbukaan yang dijalankan oleh PM Erdogan ini terbilang sangat dramatik dalam sejarah politik Turki. Dahulu, banyak dari politikus dan tokoh Kurdi yang diseret ke meja pengadilan gara-gara mereka berbicara di depan publik dengan bahasa mereka," terang Atalay.

Demikianlah Erdogan berbicara dan mengupayakan penerapan demokrasi, tentang sebuah konsep, yang jika dipahami dan dijalankan dengan sebenar-benarnya, maka sejatinya sangat berselaras dengan semangat Islam: persamaan hak dan derajat tanpa memandang ras. (L2/jzr)