Mahkamah Agung Pakistan : Tidak Ada Amnesty Bagi Politisi Korup

Mahkamah Agung Pakistan mendeklarasikan, Rabu kemarin, bahwa tidak ada amnesty (pengampunan) yang dapat melindungi politisi, termasuk Presiden Asif Ali Zardari dari perbuatan korupsi dan tindakan kriminal lainnya, dan memberikan perlindungan kepada koruptor dan kriminal itu tidak konstitusioanl.

Sebanyak 17 hakim menyatakan tidak sah adanya Undang-udang Rekonsiliasi Nasional (NRO), yang memberikan amnesty. "Itu sama dengan melawan kepentingan nasional", dan "merusak aturan-aturan dalam konstitusi". Undang-undang yang diterbitkan tahun 2007, dibawah kekuasaan Presiden Jendral Parvez Musharaf telah melindungi ribuan birokrat dan politisi, termasuk Asif Zardari dan isterinya, mendiang Perdana Menteri Benazir Butho, dari pengadilan korupsi dan  kriminal.

Mahkamah Agung mengatakan semua aturan yang berkaitan dengan kasus-kasus korupsi telah dibatalkan dan ditarik, dan tidak ada lagi amnesty. Tetapi, tidak ada respons dari Zardari, karena presiden memiliki hak imunitas dari tindakan hukum. Zardari telah diputuskan dengan hukum 11 tahun penjara, karena kasus korupsi.

Sementara itu, Butho terdakwa 5 kasus korupsi, tetapi tidak ditahan. Sampai ia ikut pemilihan presiden di tahun 2007, dan selama ini ia berada di pengasingan, dan tidak kurang selama 9 tahun. Selama di luar negeri Butho dituduh melakjukan money-laundering (pencucian uang) . Ketika Butho menjabat sebagai perdana menteri, suaminya Zardari dikenakan dakwaan korupsi, dan mendapat julukan sebagai "Mr. 10 persen".

Zardari memimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP) sesudah isterinya Benazir tewas, ketika mengikuti pawai sesudah kembali dari pengasingan, Desmber 2007. Butho tewas akibat tembakan yang mematikannya, dan menimbulkabn kegemparan seluruh dunia. Wanita yang diharapkan oleh dunia (Israel) memimpin kembali negeri muslim Pakistan, tewas oleh tembakan.

Namun, PPP yang menang pemilu dan memiliki posisi yang kuat di parlemen, kembali memperjuangkan agar Zardari mendapatkan amnesty, dan dia mengatakan bahwa dirinya mempunyai hak kekebalan (imunitas), yang tidak akan membuka kasusnya, yang berkaitan dengan korupsi.

Tapi, kekebalan itu yang melanggar undang-undang itu, kini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung Pakistan. (m/cnn)