Lahirnya Kembali Aktivis Arab

Mohamed Bou’aziz, seorang anak muda Tunisia yang membakar dirinya sendiri,17 Desember, yang lalu. Tindakan yang dilakukan Bou’aziz ini sebagai bentuk protes, dan simbol dari penderitaan yang lebih luas, dari jutaan anak-anak muda di dunia Arab yang berjuang untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.

Di hampir di seluruh dunia Arab, kisah tentang Bou’aziz, meski mempunyai gelar sarjana tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia bekerja seadanya menjadi pedagang, dan menjual buah untuk hidup. Tetapi, ketika pasukan keamanan yang melakukan razia, kemudian menyita gerobaknya, Bou’aziz nekat dengan membakar dirinya sendiri. Protes yang dilkakukan anak muda itu, memicu prahara di seluruh Tunisia.

Ini menjadi akar sebuah ‘pemberontakan’ di Tunisia, yang merupakan bentuk kombinasi antara kemiskinan, pengangguran dan penindasan politik, yang menghancurkan kehidupan rakyat. Tiga karakteristik inilah yang dialami sebagian besar bangsa Arab.

Korupsi, nepotisme dan inefisiensi

Data resmi pengangguran di dunia Arab mencapai 15 persen. Tetapi, lebih banyak yang percaya tingkat pengangguran yang riil, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka statistik pemerintah.

Sebuah kerjasama studi oleh Liga Arab dan Organisasi Pembangunan PBB (UNDP), menunjukkan bahwa di negara-negara Arab, jumlah angka pengangguran anak muda mencapai 50 persen. Ini merupakan angka tertinggi di dunia.

Menurut laporan yang sama, tingkat kemiskinan "mencapai sampai 40 persen rata-rata, yang berarti bahwa hampir 140 juta orang Arab hidup di bawah garis kemiskinan atas". Ini menggambarkan betapa buruknya kondisi di negara-negara Arab. Hasil penelitian antara Liga Arab dengan UNDP tidak menunjukkan adanya penurunan angka kemiskinan, khususnya dalam 20 tahun terakhir ini.

Laporan itu disampaikan dalam KTT Arab yang berlangsung di Kuwait pada tahun 2009, namun tidak menemukan jawaban yang nyata dari para pemimpin Arab – yang terus menjalan kebijakan ekonomi yang telah digariskan oleh Bank Dunia (WB) dan Dana Moneter Internasional (IMF ).

Kebanyakan negara Arab, korupsi nepotisme, merajalela dan inefisiensi telah semakin memperburuk dampak proses privatisasi IMF. Akibatnya, langkah-langkah yang dilakukan para pemimpin Arab, tidak lagi dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, tetapi justru meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok rakykat menjadi mahal.

Roti

Tunisia yang telah masuk ke dalam jebakan kebijakan IMF mengalami peceklik, atau kekurangan pangan. Sehingga, harga kebutuhan pokok rakyat, seperti roti menjadi sangat mahal. Inilah yang menyebabkan pecahnya protes rakyat pecah. Kemudian menjadi huru-hara di Januari 1984. Namun Presiden Tunia Habib Bourguiba, menghadapi aksi protes itu, melakukan kekerasan yang lebih luas terhdap rakyat yang melakukan protes. Sehingga, di mana muncul kekerasan, sebagai akibat kenaikan harga roti. Inilah yang kemudian disebut sebagai kerusuhan, "Roti". ,

Tapi protes Tunisia tidak berhenti pemerintah lain dari berikut ini sesuai dan mendukung kerangka program liberalisasi ekonomi ‘didikte oleh IMF dan Bank Dunia. Pada bulan Oktober 1988, protes keras menyapu Aljazair sebagai kebijakan liberalisasi diperkenalkan. ‘Protes couscous’, seperti mereka menjadi dikenal, dipimpin oleh orang-orang muda yang meniru di intifada Palestina yang sedang berlangsung terhadap pendudukan Israel dengan mengenakan itu keffeya Palestina, membakar ban dan melemparkan batu ke pasukan keamanan.

Tindakan keras oleh aparat keamanan berikutnya mengakibatkan kematian ratusan orang, dan lebih dari 1.000 orang yang ditahan. Ini merupakan langkah Habib Bourgoiba untuk membungkam kritik rakyat. Tunisia lebih memilih langkah penghematanyang diusulkan IMF, dibandingkan memilih rakyatnya yang harus mati ditangan aparat keamanan.

Setahun kemudian, Yordania mencapai kesepakatan dengan IMF yang mengakibatkan subsidi pemerintah turun. Karena dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar (BBM). Kenaikan ini memicu protes di kota-kota selatan Ma’an dan Karak. Pemerintah Arab, seperti negara-negara Arab lainnya, menanggapi aksi protes rakyatnya dengan mengirimkan pasukan keamanan untuk menangkap aktivis dan pemimpin aksi.

Tapi protes, setelah terguncang landasan dukungan Hashimiah di selatan negara itu, mendorong almarhum Raja Hussein untuk menyelenggarakan pemilu, memberlakukan darurat militer, dan mengangkat tokoh-tokoh ‘tua’, yang tujuannya meredakan oposisi dan mengandung amarah tumbuh.

Lalu, Raja menyelenggarakan pemilihan parlemen, dan membebaskan tahanan politik. Yordania menolak bergabung dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika dalam perang di Kuwait menghadapi di Irak, dan membantu untuk meredakan ketegangan yang timbul dari kebijakan-kebijakan ekonominya.

Sebuah awal dari liberalisasi politik?

Pemerintah AS George Bush baik senior dan junior adalah dari Partai Republik, dan Bill Clinton, dari Partai Demokrat. Mereka mendorong kepada para pemimpin Arab menekan p pemerintah Arab mengikuti ‘model ekonomi neo-liberal’, yang dipromosikan oleh ekonom Amerika Milton Friedman.

Neo-liberalisme menandai mundurnya secara tajam dari model Keynesian. Mundurnya intervensi pemerintah melalui kebijakan kesejahteraan untuk menjamin keseimbangan sosial dalam masyarakat kapitalis. Dengan runtuhnya blok Komunis, para pendukung ekonomi neo-liberal berusaha untuk mengasosiasikan perekonomian model pasar bebas.

Selama tahun 1990-an, ekonomi neo-liberal semakin mengakar kuat di masyarakat Arab – menghasilkan elit baru yang kaya. Model pengusaha kapitalis muda dan mendorong rasa iri dan ketidakpuasan di kalangan elite yang mapan.

Bahkan banyak intelektual kiri di dunia Arab, yang didukung oleh pemikiran baru, sebagai awal untuk sebuah masyarakat liberal. Sehingga meredam oposisi terhadap kebijakan ekonomi yang meningkatkan kemiskinan dan pengangguran.

Tetapi kebebasan politik tidak terjadi bersamaan dengan liberalisasi ekonomi. Bahkan, di sebagian besar negara Arab lebih banyak pemerintah melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap rakyatnya. Jadi ada perbedaan antara liberalisasi ekonomi dengan kebebasan politik.

Tahun 1996, protes kembali meletus di selatan Yordania sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga roti. Pemerintah menanggapi dengan melancarkan operasi keamanan, kemudian tidak ada kebebasan ada lagi kebebasan politik.

Menangis melawan ketidakadilan

Krisis ekonomi global mempunyai pengaruh Dunia Arab, dan mulai menguatnya kekuatan oposisi – pertama terjadi di Mesir pada tahun 2007 dan 2008. Pemogokan dan protes ini adalah indikasi pertama kembali ke protes terorganisir terhadap penindasan politik dan kemiskinan akibat kebijakan ekonomi.

Gerakan-gerakan ini, akhirnya tidak berhasil, membawa mahasiswa dan pekerja bersama-sama untuk melawan terhadap elit dan penguasa dengan apatis, atas penderitaan kaum miskin dan terpinggirkan. Gerakan politik demi perubahan, yang dipimpin oleh Mohamed El-Baradei, untuk membangun sistem politik yang demokratis dan partisipatif, mencerminkan penggabungan berbagai kepentingan dan gerakan di Mesir.

Tetapi, tindakan Bou’aziz di Tunisia, sangat memilukan hati dengan cara bunuh diri. Ini sebagai bentuk protes paling dramatis yang mewakili teriakan dari jutaan warga miskin dan sakit terhadap sistem represif politik dan ekonomi.

Tindakan Bou’aziz adalah salah satu dari keputusasaan ekstrim. Tapi dia tidak sendirian. Lahseen Naji, anak muda Tunisia lainnya, mengikuti jejak Bou’aziz dengan cara menyetrum tubuhnya sendiri dengan listrik sampai mati – dan sedikitnya lima orang lainnya mencoba bunuh diri.

Di Yordania dan beberapa negara Arab lainnya, frustrasi lahir dari pencabutan hak memilih politik dan ekonomi telah terwujud dalam tingkat yang lebih tinggi kekerasan sosial, terutama di kalangan kaum muda. Tidak adanya partai politik yang kuat dan gerakan yang memperkuat persaingan kesukuan di kalangan generasi muda, yang sering menimbulkan bentrokan bersenjata.

Protes di Tunisia terus berlanjut. Demonstrasi berlangsung di Aljazair akibat  program perumahan yang gagal untuk menampung ribuan keluarga yang kehilangan tempat tinggal oleh gempa menghancurkan negara itu tahun 2003.

Bou’aziz , dan kematian Naji sebuah sinyal kembalinya gerakan sosial di Dunia Arab, yang sekarang terus berlangsung melawan ketidak adilan penguasa di Dunia Arab. (m/aljz)

Lahirnya Kembali Aktivis Arab

Mohamed Bou’aziz, seorang anak muda Tunisia yang membakar dirinya sendiri,17 Desember, yang lalu. Tindakan yang dilakukan Bou’aziz ini sebagai bentuk protes, dan simbol dari penderitaan yang lebih luas, dari jutaan anak-anak muda di dunia Arab yang berjuang untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.

Di hampir di seluruh dunia Arab, kisah tentang Bou’aziz, meski mempunyai gelar sarjana tidak cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia bekerja seadanya menjadi pedagang, dan menjual buah untuk hidup. Tetapi, ketika pasukan keamanan yang melakukan razia, kemudian menyita gerobaknya, Bou’aziz nekat dengan membakar dirinya sendiri. Protes yang dilkakukan anak muda itu, memicu prahara di seluruh Tunisia.

Ini menjadi akar sebuah ‘pemberontakan’ di Tunisia, yang merupakan bentuk kombinasi antara kemiskinan, pengangguran dan penindasan politik, yang menghancurkan kehidupan rakyat. Tiga karakteristik inilah yang dialami sebagian besar bangsa Arab.

Korupsi, nepotisme dan inefisiensi

Data resmi pengangguran di dunia Arab mencapai 15 persen. Tetapi, lebih banyak yang percaya tingkat pengangguran yang riil, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka statistik pemerintah.

Sebuah kerjasama studi oleh Liga Arab dan Organisasi Pembangunan PBB (UNDP), menunjukkan bahwa di negara-negara Arab, jumlah angka pengangguran anak muda mencapai 50 persen. Ini merupakan angka tertinggi di dunia.

Menurut laporan yang sama, tingkat kemiskinan "mencapai sampai 40 persen rata-rata, yang berarti bahwa hampir 140 juta orang Arab hidup di bawah garis kemiskinan atas". Ini menggambarkan betapa buruknya kondisi di negara-negara Arab. Hasil penelitian antara Liga Arab dengan UNDP tidak menunjukkan adanya penurunan angka kemiskinan, khususnya dalam 20 tahun terakhir ini.

Laporan itu disampaikan dalam KTT Arab yang berlangsung di Kuwait pada tahun 2009, namun tidak menemukan jawaban yang nyata dari para pemimpin Arab – yang terus menjalan kebijakan ekonomi yang telah digariskan oleh Bank Dunia (WB) dan Dana Moneter Internasional (IMF ).

Kebanyakan negara Arab, korupsi nepotisme, merajalela dan inefisiensi telah semakin memperburuk dampak proses privatisasi IMF. Akibatnya, langkah-langkah yang dilakukan para pemimpin Arab, tidak lagi dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, tetapi justru meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok rakykat menjadi mahal.

Roti

Tunisia yang telah masuk ke dalam jebakan kebijakan IMF mengalami peceklik, atau kekurangan pangan. Sehingga, harga kebutuhan pokok rakyat, seperti roti menjadi sangat mahal. Inilah yang menyebabkan pecahnya protes rakyat pecah. Kemudian menjadi huru-hara di Januari 1984. Namun Presiden Tunia Habib Bourguiba, menghadapi aksi protes itu, melakukan kekerasan yang lebih luas terhdap rakyat yang melakukan protes. Sehingga, di mana muncul kekerasan, sebagai akibat kenaikan harga roti. Inilah yang kemudian disebut sebagai kerusuhan, "Roti". ,

Tapi protes Tunisia tidak berhenti pemerintah lain dari berikut ini sesuai dan mendukung kerangka program liberalisasi ekonomi ‘didikte oleh IMF dan Bank Dunia. Pada bulan Oktober 1988, protes keras menyapu Aljazair sebagai kebijakan liberalisasi diperkenalkan. ‘Protes couscous’, seperti mereka menjadi dikenal, dipimpin oleh orang-orang muda yang meniru di intifada Palestina yang sedang berlangsung terhadap pendudukan Israel dengan mengenakan itu keffeya Palestina, membakar ban dan melemparkan batu ke pasukan keamanan.

Tindakan keras oleh aparat keamanan berikutnya mengakibatkan kematian ratusan orang, dan lebih dari 1.000 orang yang ditahan. Ini merupakan langkah Habib Bourgoiba untuk membungkam kritik rakyat. Tunisia lebih memilih langkah penghematanyang diusulkan IMF, dibandingkan memilih rakyatnya yang harus mati ditangan aparat keamanan.

Setahun kemudian, Yordania mencapai kesepakatan dengan IMF yang mengakibatkan subsidi pemerintah turun. Karena dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar (BBM). Kenaikan ini memicu protes di kota-kota selatan Ma’an dan Karak. Pemerintah Arab, seperti negara-negara Arab lainnya, menanggapi aksi protes rakyatnya dengan mengirimkan pasukan keamanan untuk menangkap aktivis dan pemimpin aksi.

Tapi protes, setelah terguncang landasan dukungan Hashimiah di selatan negara itu, mendorong almarhum Raja Hussein untuk menyelenggarakan pemilu, memberlakukan darurat militer, dan mengangkat tokoh-tokoh ‘tua’, yang tujuannya meredakan oposisi dan mengandung amarah tumbuh.

Lalu, Raja menyelenggarakan pemilihan parlemen, dan membebaskan tahanan politik. Yordania menolak bergabung dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika dalam perang di Kuwait menghadapi di Irak, dan membantu untuk meredakan ketegangan yang timbul dari kebijakan-kebijakan ekonominya.

Sebuah awal dari liberalisasi politik?

Pemerintah AS George Bush baik senior dan junior adalah dari Partai Republik, dan Bill Clinton, dari Partai Demokrat. Mereka mendorong kepada para pemimpin Arab menekan p pemerintah Arab mengikuti ‘model ekonomi neo-liberal’, yang dipromosikan oleh ekonom Amerika Milton Friedman.

Neo-liberalisme menandai mundurnya secara tajam dari model Keynesian. Mundurnya intervensi pemerintah melalui kebijakan kesejahteraan untuk menjamin keseimbangan sosial dalam masyarakat kapitalis. Dengan runtuhnya blok Komunis, para pendukung ekonomi neo-liberal berusaha untuk mengasosiasikan perekonomian model pasar bebas.

Selama tahun 1990-an, ekonomi neo-liberal semakin mengakar kuat di masyarakat Arab – menghasilkan elit baru yang kaya. Model pengusaha kapitalis muda dan mendorong rasa iri dan ketidakpuasan di kalangan elite yang mapan.

Bahkan banyak intelektual kiri di dunia Arab, yang didukung oleh pemikiran baru, sebagai awal untuk sebuah masyarakat liberal. Sehingga meredam oposisi terhadap kebijakan ekonomi yang meningkatkan kemiskinan dan pengangguran.

Tetapi kebebasan politik tidak terjadi bersamaan dengan liberalisasi ekonomi. Bahkan, di sebagian besar negara Arab lebih banyak pemerintah melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap rakyatnya. Jadi ada perbedaan antara liberalisasi ekonomi dengan kebebasan politik.

Tahun 1996, protes kembali meletus di selatan Yordania sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga roti. Pemerintah menanggapi dengan melancarkan operasi keamanan, kemudian tidak ada kebebasan ada lagi kebebasan politik.

Menangis melawan ketidakadilan

Krisis ekonomi global mempunyai pengaruh Dunia Arab, dan mulai menguatnya kekuatan oposisi – pertama terjadi di Mesir pada tahun 2007 dan 2008. Pemogokan dan protes ini adalah indikasi pertama kembali ke protes terorganisir terhadap penindasan politik dan kemiskinan akibat kebijakan ekonomi.

Gerakan-gerakan ini, akhirnya tidak berhasil, membawa mahasiswa dan pekerja bersama-sama untuk melawan terhadap elit dan penguasa dengan apatis, atas penderitaan kaum miskin dan terpinggirkan. Gerakan politik demi perubahan, yang dipimpin oleh Mohamed El-Baradei, untuk membangun sistem politik yang demokratis dan partisipatif, mencerminkan penggabungan berbagai kepentingan dan gerakan di Mesir.

Tetapi, tindakan Bou’aziz di Tunisia, sangat memilukan hati dengan cara bunuh diri. Ini sebagai bentuk protes paling dramatis yang mewakili teriakan dari jutaan warga miskin dan sakit terhadap sistem represif politik dan ekonomi.

Tindakan Bou’aziz adalah salah satu dari keputusasaan ekstrim. Tapi dia tidak sendirian. Lahseen Naji, anak muda Tunisia lainnya, mengikuti jejak Bou’aziz dengan cara menyetrum tubuhnya sendiri dengan listrik sampai mati – dan sedikitnya lima orang lainnya mencoba bunuh diri.

Di Yordania dan beberapa negara Arab lainnya, frustrasi lahir dari pencabutan hak memilih politik dan ekonomi telah terwujud dalam tingkat yang lebih tinggi kekerasan sosial, terutama di kalangan kaum muda. Tidak adanya partai politik yang kuat dan gerakan yang memperkuat persaingan kesukuan di kalangan generasi muda, yang sering menimbulkan bentrokan bersenjata.

Protes di Tunisia terus berlanjut. Demonstrasi berlangsung di Aljazair akibat  program perumahan yang gagal untuk menampung ribuan keluarga yang kehilangan tempat tinggal oleh gempa menghancurkan negara itu tahun 2003.

Bou’aziz , dan kematian Naji sebuah sinyal kembalinya gerakan sosial di Dunia Arab, yang sekarang terus berlangsung melawan ketidak adilan penguasa di Dunia Arab. (m/aljz)