Malangnya Anak-Anak Afghanistan, Jadi "Pecandu Pasif" Narkotika

Sebuah tim peneliti yang dibiayai Departemen Luar Negeru AS menyatakan bahwa banyak anak-anak di Afghanistan yang menjadi korban orang-orang dewasa di sekitarnya, yang kecanduan opium dan heroin. Menurut tim peneliti itu, kesehatan anak-anak Afghanistan terancam, bahkan bisa ikut menjadi pecandu jenis narkotika itu, karena mereka terlalu sering menghirup udara yang sudah tercemar oleh konsentrasi opium dari asap yang dihembuskan para pecandu barang haram itu.

Menurut tim peneliti AS, sekitar 25 persen rumah tangga di Afghanistan mengindikasikan bahwa anak-anak dalam keluarga itu sudah "teracuni" opium dan tingkatnya sudah pada level yang mengkhawatirkan karena dari sampel udara yang mereka teliti terdapat kandungan konsentrasi opium yang cukup tinggi. Ibarat perokok pasif, anak-anak serta kaum yang menghirup udara itu, akan mengalami gangguan kesehatan.

Juru bicara Kementerian Anti-Narkotika Afghanistan, Zalmai Afzali mengatakan, pihaknya tidak mengetahui kondisi ini. Mereka hanya tahu, berdasarkan data yang ada, jumlah pengguna narkotika di Aghanistan meningkat tajam, dari 920 ribu orang pada tahun 2005 menjadi lebih dari 1,5 juta orang sampai tahun ini.dan seperempat dari jumlah pengguna narkotika itu adalah anak-anak dan perempuan. Afzali mengatakan, jika tren ini terus berlanjut, maka Aghanistan akan menjadi negara di dunia yang paling banyak pecandu narkotikanya.

Kantor PBB bidang Kejahatan dan Narkoba bahkan pernah menyatakan, tidak ada negara lain di dunia ini yang produksi heroin, opium dan hashish paling tinggi seperti yang terjadi di Afghanistan. Sebuah fakta yang menyedihkan bagi negara yang caru marut oleh perang akibat invasi AS dan sekutunya itu.

Badan Penanggulan Narkotika AS maupun Afghanistan menyatakan bahwa tingginya jumlah pecandu narkotika merupakan persoalan yang relatif baru di Afghanistan. Keduanya menuding kondisi ini akibat angka pengangguran yang tinggi di negeri itu, kondisi sosial masyarakat yang terpuruk akibat perang dan kembalinya para pengungsi Afghanistan di Iran dan Pakistan yang sudah kecanduan narkotika saat mengungsi di negara lain.

Padahal faktanya, ladang-ladang opium kembali marak di Afghanistan setelah invasi pasukan AS dan sekutunya ke negeri itu pada tahun 2001., karena pada masa pemerintahan Taliban, ladang-ladang opium dinyatakan terlarang. Pasukan koalisi asing di bawah NATO bukannya tidak tahu "bisnis" ladang opium ini. Badan anti narkoba Rusia pernah melontarkan kekhawatiran ini dan meminta agar NATO menggunakan pasukannya untuk memberangus ladang-ladang opium. Tapi NATO menolak permintaan itu.

NATO beralasan, ladang-ladang opium itu menjadi sumber penghasilan di Afghanistan dan tidak bisa dilenyapkan. Juru Bicara NATO, James Appathurai menyatakan pihaknya memahami kekhawatiran Rusia , tapi persoalan produksi narkoba di Afghanistan harus ditangani dengan hati-hati. Apphaturai berdalih bahwa pihaknya menghindari agar warga lokal tidak merasa terasingkan. (ln/ICH)