Media Barat Bongkar Upaya RRC Tekan Angka Kelahiran Muslim Uighur

Langkah-langkah pengendalian populasi juga didukung dengan tindakan penahanan massal. Penahanan dilakukan baik sebagai ancaman maupun hukuman karena disebut tidak mematuhi aturan yang diberikan.

AP menemukan, memiliki terlalu banyak anak adalah alasan utama orang dikirim ke kamp-kamp penahanan. Orang tua dengan tiga atau lebih anak direnggut dari keluarga mereka, kecuali dapat membayar denda dengan jumlah besar.

Salah satu perempuan Uighur yang diminta untuk memasang IUD adalah Gulnar Omirzakh. Wanita Kazakh yang lahir di Cina ini diperintah memasang IUD setelah melahirkan anak ketiganya.

 

Dua tahun kemudian, pada Januari 2018, empat pejabat berkamuflase sebagai bagian dari militer mengetuk pintunya. Mereka memberi Omirzakh waktu tiga hari untuk membayar denda sebesar 2.685 dolar AS karena memiliki lebih dari dua anak. Sang suami, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayur, ditahan.

Jika Omirzakh tidak bisa membayar denda, ia diancam akan bergabung dengan suaminya dan jutaan etnis minoritas lainnya di kamp-kamp pengasingan. Seringkali warga Uighur ditahan karena memiliki terlalu banyak anak.

“Mencegah orang memiliki anak adalah tindakan yang salah. Mereka ingin menghancurkan kita sebagai manusia,” kata Omirzakh dikutip di Al Arabiya, Senin (29/6). Omirzakh lantas berhutang banyak untuk mengumpulkan uang dan memilih melarikan diri ke Kazakhstan.

Tingkat kelahiran di sebagian besar wilayah Uighur, di Hotan dan Kashgar, anjlok lebih dari 60 persen dari 2015 hingga 2018. Angka ini merupakan tahun terakhir yang tersedia dalam statistik pemerintah.

Ratusan juta dolar yang dicurahkan pemerintah ke dalam alat kontrasepsi telah mengubah Xinjiang dari salah satu daerah dengan pertumbuhan tercepat di Cina, menjadi salah satu yang paling lambat hanya dalam beberapa tahun. Hasil ini didapat berdasarkan penelitian baru yang diperoleh The Associated Press sebelum dipublikasi oleh pakar China, Adrian Zenz.

Seorang mantan tahanan, Tursunay Ziyawudun, mengatakan dia disuntik sampai berhenti menstruasi. Berulang kali penjaga menendang perut bagian bawah selama interogasi berlangsung. Akibatnya, kini dia tidak bisa memiliki anak.

Ziyawudun mengatakan para wanita di kampnya diminta untuk menjalani ujian ginekologi dan mendapatkan IUD. Bahkan jika kedapatan sedang hamil, tidak tanggung-tanggung akan dilakukan aborsi.

Pada tahun 2014, lebih dari 200.000 IUD dikirimkan ke Xinjiang. Pada 2018, angka itu melonjak lebih dari 60 persen menjadi hampir 330.000 IUD.  Pada saat yang sama, penggunaan IUD turun tajam di tempat lain di China, karena banyak wanita mulai melepas alat kontrasepsi itu.

 

Statistik kesehatan Tiongkok juga menunjukkan ledakan sterilisasi di Xinjiang. Berdasarkan dokumen anggaran yang diperoleh Zenz, menunjukkan mulai tahun 2016, pemerintah Xinjiang mulai memompa puluhan juta dolar ke dalam program operasi pengendalian kelahiran.

Bahkan ketika tingkat sterilisasi anjlok di seluruh negeri, hal ini justru melonjak tujuh kali lipat di Xinjiang dari 2016 hingga 2018. Lebih dari 60.000 prosedur tercatat dilakukan.

Kampanye pengendalian kelahiran disebut dipicu oleh kekhawatiran pemerintah jika angka kelahiran yang tinggi di kalangan Muslim menyebabkan kemiskinan dan ekstremisme di Xinjiang. Meskipun program ini mengadopsi taktik kebijakan ‘satu anak’ China, kampanye yang berlangsung di Xinjiang berbeda dengan yang ditargetkan secara etnis.

“Niatnya mungkin bukan untuk sepenuhnya menghilangkan populasi Uighur, tetapi itu secara tajam akan mengurangi vitalitas mereka, membuat mereka lebih mudah berasimilasi,” kata seorang pakar Uighur di University of Colorado, Darren Byler. (rol)