Mengenang 72 Tahun Mangkatnya Allama Muhammad Iqbal

Rabu (21/4) kemarin, Republik Pakistan menyelenggarakan peringatan nasional untuk memperingati 72 tahun mangkatnya filsuf, pemikir, penyair, sastrawan, dan negarawan Muslim internasional asal negara itu, Allama Muhammad Iqabal.

Meski tengah sibuk menghadapi hantaman gonjang-ganjing politik dan terorisme, serta sejuntai problem dalam dan luar negeri lainnya, Pakistan tetap menyempatkan untuk memperingati hari wafatnya salah satu "Bapak Pendiri Negara Muslim Pakistan" itu.

Semua surat kabar Pakistan, televisi, dan media-media lainnya, meliput secara besar-besaran biografi dan "sirah" kehidupan sang Allama, sekaligus kemeriahan peringatan atas kemangkatannya.

Muhammad Iqbal, penyair, pujangga dan filsuf besar abad ke-20 itu lahir di Sialkot, Punjab, India, pada 9 November 1877. Ayahnya, Shaikh Nur Muhammad adalah seorang penjahit yang taat beragama, dan mendalami tasawuf. Ibunya, Imam Bibi, pun seorang muslimah yang taat.

Iqbal menyelesaikan sekolah rendahnya di Sialkot. Bakatnya sebagai seorang penyair dimulai di sini, dan mulai dirasakan gurunya, Syed Mir Hasan. Iqbal pun lulus Scotch Mission School pada 1892 dan melanjutkan ke jurusan Liberal Arts di Scotch Mission College (Murray College) dan lulus ujian pada 1895.

Setelah itu, ia melanjutkan ke Governtment College, Lahore dan mendapatkan gelaran Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899. Iqbal turut menerima pingat emas kerana menjadi satu-satunya calon yang sukses di bidang filsafat.

Setelah itu, Iqbal mendalami bahasa Arab di Oriental College, Lahore, sebelum menjadi penolong profesor mata pelajaran Filsafat dan Sastera Inggris di Government College, Lahore, pada 1903.

Pada 1905, Iqbal pergi ke Inggeris untuk belajar di Trinity College, Cambridge University, dan juga belajar ilmu hukum di Lincoln Inn. Dia meraih gelar Bachelor of Arts dari Cambridge University tahun 1907, dan meraih gelaran Ph.D. di bidang filsafat dari Fakulti Filsafat di Ludwig-Maximilians University di Munich di tahun yang sama. Gelaran doktoralnya ini diraihnya dengan disertasi The Development of Metaphysics in Persian dengan bimbingan Prof Dr Friedrich Hommel.

Pada 1908, Iqbal pulang, dan sejak itu dia meniti karier di bidang akademik, perundangan, dan kepenulisan. Namun karir akademik dan kepenulisannya lebih menonjol. Beberapa buah karya Iqbal pun menjadi rujukan dunia, utamanya di bidang pemikiran, sejarah, politik, puisi, dan keislaman.

Reputasi intelektual sekaligus spiritual Iqbal yang tinggi kontan menempatkannya menjadi orang terhormat. Ia pun menjadi guru besar dan "hadrah assyaikh" di berbagai universitas di dunia. Kecakapannya pun didukung oleh penguasaannya atas banyak bahasa kunci: Inggris, Jerman, Arab, Persi, Urdu, Hindi, dan lain-lain.

Salah satu karya abadi Iqbal adalah "Memperbaharui Pemikiran Islam", yang menyoroti kondisi umat Islam dan pemikirannya yang terpuruk. Iqbal secara tegas menggugah bangsa-bangsa Muslim untuk bangun dari tidur panjang keterpurukan mereka, dan mengejar ketertinggalan mereka atas bangsa-bangsa non-Muslim, utamanya Barat.

Iqbal juga menegaskan, bahwa masalah utama bangsa-bangsa Muslim adalah kebodohan. Untuk itulah, salah satu kunci utama untuk memajukan dunia Muslim dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan mencerdaskan anak-anak bangsanya.

Pada tahun 1930, Iqbal bersama rekan politikus lainnya mendorong untuk mendirikan negara Muslim Pakistan yang "memisahkan" dari India yang mayoritas Hindu.

Iqbal wafat pada 21 April 1938 pada usia 60 tahun. Hari wafatnya menjadi hari berkabung bagi masyarakat semenanjung India secara umum, dan bagi umat Muslim secara khusus. (AGS/dariberbagaisumber)