Mursyid 'Aam: Pemilu Internal Terbuka Buktikan Ikhwan Tidak Ekslusif

Kelompok politik terbesar Mesir, Ikhwanul Muslimin, mengadakan pemilu internal pertama mereka secara terbuka Sabtu kemarin (6/8) sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak, dalam upaya untuk memoles kredensial demokratis menjelang pemilihan parlemen akhir tahun ini.

Setelah menghabiskan beberapa dekade di bawah tanah karena larangan resmi, pemilu publik juga merupakan bagian dari dorongan kelompok Islamis ini untuk memamerkan organisasinya dan menghilangkan reputasinya sebagai kelompok rahasia dan tertutup. Ikhwan tampaknya siap untuk menang besar pada pemilihan bulan November, terutama karena terorganisir dengan baik baik mesin politik dan program sosialnya.

Mursyid ‘Aam Ikhwan Muhammad Badie memuji pemungutan suara hari Sabtu kemarin, yang memilih tiga anggota baru untuk dewan eksekutif (Maktab Al-Irsyad) kelompok itu, dengan mengatakan "pemilu terbuka dan transparan menunjukkan kepada dunia bahwa Ikhwan bekerja di tempat terbuka, untuk mengembalikan kebebasan Mesir."

Berbicara dalam pertemuan di sebuah hotel mewah di lingkungan Kairo Nasser City, ia mengatakan pemungutan suara itu salah satu "buah" dari pemberontakan Mesir.

Pemilu internal Sabtu kemarin menandai pergeseran yang jelas dari masa lalu, ketika Ikhwan dilarang dari politik publik dan anggota serta keuangan mereka menjadi sasaran dari tindakan keras pihak keamanan secara konstan.

Ikhwan berusaha keras untuk menampilkan pemilu internal yang demokratis dengan diliput kamera serta mengundang wartawan untuk acara Sabtu kemarin, di mana lebih dari 100 anggota dari maktab al-irsyad jamaah memasukkan suara ke dalam kotak tranparan

"Ini adalah tanda bahwa jamaah Ikhwan menghormati demokrasi," kata juru bicara Mahmud Ghozlan. "Mesir telah pasti banyak berubah."

Para anggota memilih tiga orang untuk badan eksekutif yang berjumlah 17-anggota untuk menggantikan anggota yang bergabung dengan partai politik Ikhwan yang baru diluncurkan, Partai Kebebasan dan Keadilan.

Menurut Ghozlan, maktab al-irsyad jamaah belum mampu mengadakan pemilu secara penuh sejak tahun 1995 karena ketakutan penangkapan massal.

Diya Rashwan, seorang ahli gerakan Islam, mengatakan pemungutan suara terbuka jalan bagi Ikhwan untuk menegaskan kembali legitimasi mereka kepada publik, terutama karena suara politik mereka hampir tidak berfungsi melalui saluran-saluran yang sah. Karena larangan, status hukum kelompok Ikhwan tetap tidak jelas pada masa lalu.(fq/ap)