Kenza Drider adalah seorang muslimah terhormat, ibu dari empat anak, dan salah seorang muslimah Prancis yang selalu mengenakan burka lengkap dengan cadarnya. Drider menegaskan, ia akan tetap mengenakan burka kemanapun ia pergi, meski terancam ditangkap atau didenda, karena sejak hari ini, Senin (11/4), negara Prancis secara resmi memberlakukan larangan burka di tempat-tempat publik.
"Saya akan tetap menjalankan bisnis saya dengan mengenakan burka lengkap, seperti yang sudah saya lakukan selama 12 tahun ini. Tak ada satu pun dan seorang pun yang akan menghentikan saya," tegas ibu berusia 32 tahun itu dalam wawancara dengan Guardian.
Drider mengatakan, bukan soal efektivitas atau larangannya yang menjadi masalah buatnya. Ia menegaskan, mengenakan burka adalah hal yang prinsipil baginya.
"Aturan hukum seperti ini, membuat Prancis terlihat konyol. Saya tidak pernah berpikir, suatu hari saya akan melihat Prancis, Prancis-ku, negara tempat saya dilahirkan dan negara yang saya cintai, negara Kebebasan, Keadilan dan Persaudaraan ( liberté, égalité, fraternité ) akan melakukan sesuatu yang jelas-jelas melanggar kebebasan manusia," tukas Drider.
"Saya akan melanjutkan hidup saya, dan jika mereka akan mengirim saya ke penjara karena mengenakan cadar, biarkan saja. Satu hal yang pasti, saya tidak akan melepasnya (cadar)," tandas Drider.
Drider sudah diwawancari wartawan dari hampir seluruh dunia terkait kebijakan pemerintah Prancis untuk melarang burka di negeri itu. Para reporter dari berbagai media internasional, seperti BBC, CNN, CBS, Time, the Sun, Reuters, AFP, Al-Jazeera serta para wartawan antara lain dari Brazil, Spanyol, Turki, Indonesia dan Jepang, silih berganti mendatangi rumah Drider di Avignon’s Place de la Résistance.
Ia mengaku "sangat lelah", tapi ia harus tetap bersikap sopan dan ramah, bahkan ketika ia harus menjawab pertanyaan yang sudah ditanyakan padanya puluhan kali.
Anggota parlemen dan kaum feminis di Prancis menilai burka dan cadar sebagai simbol dari penindasan kaum lelaki pada kaum perempuan, bahwa para perempuan muslim mengenakan cadar karena tekanan suaminya. Mereka tidak tahu, suami Drider bernama Allal, sempat syok ketika suatu pagi, ia melihat istrinya akan berangkat belanja dengan mengenakan burka lengkap dengan cadarnya.
"Apakah engkau akan keluar rumah dengan busana seperti ini? Saya bahkan tidak tahu, dia sudah membeli busana itu," kata Allal pada Guardian.
Drider, imigran muslim keturunan Maroko itu mengungkapkan bahwa mengenakan cadar adalah pilihan pribadinya. Pernyataan Drider sesuai dengan hasil studi yang dilakukan Open Society Foundations. Dalam proyek "At Home in Europe", yayasan itu menanyai 32 muslimah bercadar di Prancis, dan mereka semua mengatakan bahwa mengenakan cadar atas keputusan sendiri, bukan karena tekanan atau perintah orang lain.
"Tidak ada masjid yang terlibat, tidak ada tekanan dari siapa pun. Cadar bukan paksaan dalam agama, karena tidak diatur dalam Islam atau Al-Quran. Saya mengenakan cadar sebagai pilihan pribadi saya sendiri," ujar Drider.
"Saya tidak akan menyuruh orang lain untuk mengenakan cadar, karena saya mengenakannya. Ini pilihan saya. Anak-anak perempuan saya bisa melakukan apa yang mereka sukai. Dan saya katakan pada mereka bahwa ini adalah pilihan saya, bukan pilihan mereka," sambungnya.
Drider mengungkapkan, meski berasal dari keluarga muslim yang taat, ia tidak pernah dipaksa untuk mengenakan jilbab, dan ia sendiri tidak mengenakan jilbab saat masih remaja.
"Lalu saya mulai mempelajari Islam lebih dalam, apa artinya menjadi seorang muslim, dan setelah itu saya mulai mengenakan jilbab. Lalu, saya mencari tahu tentang kehidupan para istri Rasulullah Saw. Saya lihat mereka mengenakan burka lengkap dan saya menyukainya, kemudian saya mengenakannya juga …"
Sebelumnya, saya merasakan ada sesuatu yang kurang. Ketika saya mengenakan cadar, saya merasa tenang dan lengkap. Saya merasa senang, cadar sudah menjadi bagian dari diri saya," papar Drider.
Lebih lanjut Drider mengatakan, baru sejak pemerintahan Sarkozy (Nicolas Sarkozy, presiden Prancis sekarang), dirinya sering menjadi korban pelecehan, penistaan bahkan menerima ancaman akan dibunuh.
"Ketika Presiden Sarkozy mengatakan ‘burka tidak diterima di Prancis’, presiden, presiden saya, membuka pintu bagi rasisme, agresi dan serangan terhadap Islam. Ini merupakan upaya untuk menstigmatisasi Islam dan telah menimbulkan rasisme dan Islamofobia yang sebelumnya tidak ada," kata Drider.
Ia menegaskan tidak akan membayar denda jika ia ditangkap karena mengenakan burka lengkap dengan cadarnya. "Ini amsalah kebebasan dan hak asasi manusia. Saya akan melawan. Saya siap untuk menghadapi pengadilan hak asasi manusia di Eropa dan saya akan berjuang untuk hak-hak saya," lanjut Drider.
"Denda? Saya tidak takut. Buat saya, ini adalah masalah kebebasan bagi perempuan, kebebasan untuk mengenakan pakaian yang saya inginkan dan seharusnya saya tidak dihukum karena hal ini …"
"Saya tidak keberatan jika ada perempuan yang berjalan dengan baju setengah telanjang. Saya juga tidak usil jika ada perempuan yang ingin mengenakan celana jeans ketat, sampai pakaian dalamnya kelihatan, atau dada mereka kelihatan kemana-mana. Jika hal semacam itu dibolehkan, mengapa saya dilarang untuk menutup seluruh tubuh saya?" tegas Drider. (ln/guardian)