Gejolak berdarah di Libya telah menciptakan tantangan yang tidak nyaman bagi sekutu Amerika Latin Gaddafi, dengan beberapa negara menjaga jarak sebagian lainnya membela Gaddafi yang telah lama menjadi sesama pejuang sesama melawan pengaruh AS di dunia.
Mantan Pemimpin Kuba Fidel Castro mengatakan Selasa kemarin (22/2) bahwa kerusuhan mungkin merupakan dalih bagi invasi NATO terhadap Libya, sedangkan Presiden Nikaragua Daniel Ortega menawarkan dukungan kepada Gaddafi, mengatakan bahwa dirinya telah menelepon Gaddafi untuk mengungkapkan rasa solidaritasnya.
Pemimpin Venezuela Hugo Chavez, di sisi lain, hanya bisa membisu. Sedangkan Bolivia paling cepat mengkritik pemerintahan di Tripoli, dengan mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinan atas "hilangnya nyawa yang tak berdosa" dan mendesak kedua belah pihak untuk mencari solusi damai.
Para pemimpin berhaluan kiri Amerika Latin telah lama menjadi sekutu Gaddafi atas sika oposisinya terhadap kebijakan luar negeri AS dan mereka bersimpati dengan retorika revolusionernya. Gaddafi telah merespon selama bertahun-tahun para pemimpin Amerika Latin dengan memberikan "Moammar Gaddafi International Human Rights Prize" kepada castro, Ortega, Chavez dan Evo Morales dari Bolivia.
Sekarang ikatan hubungan mereka sedang diuji pada saat pasukan keamanan Libya menindas demonstran yang terinspirasi revolusi rakyat di Mesir dan Tunisia. Kelompok hak asasi manusia mengatakan lebih dari 200 orang telah tewas.
Akankah ikatan kuat para pemimpin berhaluan sosialis tersebut dengan Gaddafi tetap bertahan? Only time will tell.(fq/ap)