Para ulama Muslim dari berbagai negara sedang menggelar pertemuan di Muscat, ibukota negara Oman, membahas kemungkinan untuk menyatukan sistem penerapan hukum-hukum Islam dan kesulitan-kesulitan yang mungkin akan terjadi jika hal itu dilakukan.
"Kita perlu menyusun kesatuan sistem hukum yang bisa diaplikasikan oleh setiap orang dan mereka harus mematuhinya, " kata Profesor Qutub M. Sano, wakil presiden International Islamic University Malaysia. Bagi Qutub, kodifikasi hukum adalah salah satu alat yang diperlukan untuk menghidupkan kembali hukum Islam. Tanpa kodifikasi, umat Islam akan menghadapi kondisi dan sistem yang tidak terorganisasi di negara mereka masing-masing.
Pertemuan berupa seminar yang bertema kodifikasi dan pembaharuan fiqih Islam komtemporer ini dibuka pada 5 April dan akan berakhir hari ini. Seminar yang diselenggarakan oleh Masjid Agung Sultan Qaboos itu juga dihadiri oleh sejumlah pejabat Kesultanan Oman.
Menurut pihak penyelenggara, kodifikasi maksudnya adalah mengumpulkan semua aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan cabang-cabang hukum, ke dalam sebuah buku atau sekumpulan buku, setelah melakukan klasifikasi berdasarkan subyeknya. Pendeknya, kodifikasi merupakan penyusunan hukum Islam berdasarkan atas suatu sistem, yang akan menjadi acuan hukum.
Sedangkan yang dimaksud pembaharuan fiqih adalah modernisasi yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah untuk memenuhi tuntutan hidup yang berbeda, dengan tetap berdasarkan pada prinsip syariah.
Profesor Sano mengatakan, pembahasan mengenai kodifikasi hukum Islam memang sudah saatnya dilakukan dan sangat penting bagi negara-negara Muslim saat ini. Dr. Salim Al-Khrusim, direktur jenderal bimbingan dan dakwah Islam yang merangkap sebagai wakil presiden panita penyelenggaran sepakat dengan pendapat Profesor Sano. Al-Khrusim menilai pembaharuan dalam bidang fiqih Islam juga menjadi hal yang sangat krusial. (ln/iol)