NATO Bantah Bunuh Warga Sipil, Penduduk Afghan Berikan Bukti

Pasukan NATO pada Rabu kemarin menolak tuduhan bahwa mereka telah membunuh empat warga sipil dalam sebuah serangan udara di wilayah selatan Afghanistan, mereka mengklaim yang mereka bunuh adalah para pejuang Taliban.

Penduduk setempat yang marah membawa ke empat jasad korban pembunuhan NATO tersebut ke ibukota provinsi Kandahar untuk memperlihatkan kepada pejabat provinsi Kandahar – dua minggu sebelum pemilu presiden Afghanistan berlangsung.

Penduduk desa mengatakan bahwa empat orang yang tewas terbunuh oleh serangan udara pasukan NATO termasuk di dalamnya 3 orang anak laki-laki dan seorang pria dewasa dari satu keluarga dan mereka adalah penduduk sipil, mereka terbunuh oleh serangan udara NATO sewaktu mereka sedang tidur pada Selasa malam.

Seorang koresponden Reuters yang melihat jasad yang ada di Kandahar mengatakan bahwa dua dari mereka adalah anak remaja dan dua lagi tubuhnya hancur tidak dapat di identifikasi.

Penduduk Afghan semakin meningkat kemarahan mereka terhadap pasukan asing dibawah bendera NATO karena berulang kali serangan mereka lebih banyak mengena sasaran rakyat sipil, dan hal itu menjadi pemicu utama gesekan antara Kabul dan pasukan asing.

Seorang juru bicara pasukan NATO di Kabul menegaskan bahwa pasukan sekutu mereka telah melakukan serangan udara di distrik Arghandad Kandahar sepanjang malam. Namun ia tidak memberikan rincian jumlah orang tewas atau terluka dalam serangan tersebut.

"Mereka membunuh warga sipil dengan serangan udara sementara kami sedang tertidur pulas," kata Jan Muhammad seorang penduduk desa dan salah seorang dari warga yang membawa jasad korban serangan udara NATO ke Kandahar.

PBB mengatakan pada pekan lalu sekitar 1000 penduduk sipil telah terbunuh antara bulan Januari dan Juni tahun ini naik dari 818 dalam periode yang sama tahun lalu.

Pendudukan yang dilakukan AS dan sekutunya di Afghanistan meningkatkan kekerasan bersenjata di Afghanistan, kemarahan penduduk Afghan menimbulkan tekanan terhadap Hamid Karzai presiden di negeri tersebut.(fq/reu)