Pemerintahan Arroyo Didesak Bebaskan Seorang Ustadz yang Ditangkap dengan Tuduhan Terorisme

Organisasi HAM Muslim, Kawagib yang berbasis di kota Cotabato, Mindanao mendesak Presiden Filipina Gloria Arroyo untuk membebaskan seorang guru agama yang ditangkap aparat kepolisian Filipina minggu kemarin dengan tuduhan terorisme.

Abdulmaguid Esmael Pagao, 52, ditangkap kepolisian Filipinan pada 17 Januari lalu. Ia adalah seorang guru agama di sebuah sekolah Islam lokal dan anggota Moro Islamic Liberation Front (MILF). Pagao yang pernah mengenyam pendidikan di Libya, ditangkap saat sedang dalam perjalanan pulang ke kota tempatnya tinggal di Buluan, provinsi Maguindanao.

Saat penangkapan terjadi, Pagao sedang berada di atas kendaraan, ketika tiba-tiba kendaraan yang ditumpanginya ditabrak orang mobil lain. Enam polisi dengan pakaian preman tiba-tiba keluar dari mobil itu dan mencar-cari Pagao. Keenam polisi itu lantas membawanya ke bandara dan memperlihatkan surat penangkapan. Pagao ditanyai apakah ia pernah ke tempat-tempat, seperti propinsi Basilan dan Sulu. Beberapa jama kemudian, ia dibawa ke ibukota, Manila. Selain Pagao, adik perempuannya Johaira Esmael juga ikut diciduk aparat kepolisian.

Pagao dicurigai terlibat dalam aksi serangan bom di Manila pada Desember 2000 lalu, yang menwaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 orang. Ustadz Pagao menghadapi sejumlah tuduhan pembunuhan ganda bersama dengan dua orang pemimpin Abu Sayyaf.

Atas penangkapan Pagao, juru bicara Kawagib, Sittie Rajabia Sundang menyatakan, penangkapan itu makin menguatkan kecurigaan terhadap pembicaraan damai yang kini sedang berlangsung antar MILF dan pemerintah Filipina. Pasalnya, label terorisme masih dilekatkan pada MILF dan menjadi pembenaran pemerintah untuk menangkap anggota atau simpatisan MILF.

Kawagib dan organisasi HAM lainnya di Filipina seperti Suara Bangsamoro dan Moro Christian People’s Alliance selama ini, mengkritik kebijakan anti terorisme yang dijalankan Aroyo. Mereka berpendapat, penangkapan-penangkapan yang dilakukan hanya untuk memperbaiki citra Aroyo dalam kampanye anti terorismenya, terutama terkait dengan latihan militer bersama antara pasukan Filipina dan AS yang saat ini sedang berlangsung di Mindanao.

Pemimpin Suara Bangsamoro, Amirah Ali Lidasan pada Selasa (24/1) kemarin mengatakan bahwa ia akan terus menekan pemerintah Filipina untuk membebaskan pemuka agama yang ditangkap dengan cara melakukan aksi unjuk rasa seperti yang telah mereka lakukan dengan sebelumnya dengan melibatkan sekitar 10.000 massa.

Lebih lanjut, Sundang mengungkapkan pelabelan yang serampangan terhadap Muslim Filipina menjadikan penangkapan ilegal dan tanpa surat resmi seolah-olah terlegitimasi, juga aksi penembakan dan pengeboman di Mindanao. Kebijakan anti terorisme pemerintah Filipina, menurut Sundang, telah memakan korban ribuan Bangsamoro, khususnya di propinsi Basilan, Zamboanga dan Sulu. Ratusan orang kini masih mendekam di penjara Camp Bagong Diwa di Manila dan baru 20 orang di antaranya yang sudah dibebaskan karena kurangnya bukti.

Sundang mengatakan, sejak Arroyo menduduki kursi kepresidenan pada 2001, organisasinya mendata 112 kasus penangkapan ilegal tanpa surat resmi, meski pembicaraan damai antara MILF dan pemerintah Filipina sedang berlangsung. (ln/iol)