Pengalaman Nyontreng di TPS Jeddah, Arab Saudi

Setelah beberapa malam menikmati malam-malam indah mermunajat dan berkontemplasi didepan baitullah, di kota Makkah, saya beserta suami beranjak ke kota Jeddah dengan niat berpartisipasi dalam dalam pemilu legislatif 2009. Tentu saja dengan harapan akan adanya Indonesia yang lebih baik, adil, bermartabat dan sejahtera di masa depan.

Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi pengalaman unik ikut menyontreng pemilu di ibukota Arab Saudi, Jeddah. Di kota ini, ada 4 TPS antara lain 1 TPS di wisma Konsulat Jendral, 2 TPS di Kantor Konsulat Jendral Indonesia dan 1 lagi di ‘sekolah Indonesia Jeddah’. Kami berkesempatan untuk mendatangi TPS di ‘sekolah Indonesia Jeddah’ (sekolah untuk warga Indonesia di Arab Sudi, biasanya disediakan untuk anak anak staff KBRI ,dan masyarakat indonesia lainnya ) di bilangan distrik Bugdadiyah, Jeddah. Empat TPS tersebut disediakan untuk melayani warga Indonesia yang berada di Jeddah dan sekitarnya yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang , bahkan dipekirakan jutaan jika dihitung termasuk mereka yang tinggal secara ilegal.

Dengan semangat bahwa harapan itu masih ada, saya dan suami berangkat menuju TPS. Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 pagi waktu Jeddah, yang berarti pukul 11.00 siang waktu Indonesia. Masih terasa suasana kampanye beberapa partai yang bertebaran dalam bentuk sms yang dikirimkan pada kami, dan dengan keyakinan memilih adalah bagian dari usaha mengubah bangsa menjadi lebih baik, akhirnya kami menuju ke tempat pemilihan dilaksanakan.

Begitu sampai di TPS, kesan pertama memasuki TPS adalah rasanya tetap dekat dengan Indonesia. Pertama kali yang terlihat setelah memasuki gerbang sekolah adalah adalah ramainya ibu-ibu berkumpul mengelilingi meja lebar dengan berbagai panganan yang dijual , mulai dari empek-empek yang dijual 10 real (1 real= Rp. 3,400), soto Banjar, kerupuk Palembang, mie goreng Jawa, dan subhanalloh, semuanya khas indonesia banget. Tidak ketinggalan suasana anak-anak berseragam SMU hilir mudik disekitar TPS yang rupanya tidak libur pada hari tersebut.

Suasana indonesiana makin terasa, melihat tempat parkir sekolah yang agak kotor dan tidak teratur. Namun dengan semangat “Indonesia Raya” kami tetap bersemangat untuk menggunakan hak pilih kami disana.

TPS di sekolah Indonesia di Jeddah relatif lengang. Dari keterangan petugas di TPS, dari ke 4 buah TPS yang disediakan, yang mendaftar sebagai pemilih hanya 6,000 orang, sedangkan yang menggunakan hak pilih dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 04.00 sore ( kami kembali ke TPS ‘sekolah indonesia jedah’ pada pukul 04.00 sore ) baru sekitar 50 orang saja. Sehingga bilik pemilihan suara yang kami lihat berjumlah sekitar 15-an dan kotak suara DPR sekitar 5 buah, hanya terisi beberapa lembar surat suara saja.

Diduga sebagian warga Indonesia kesulitan untuk mendapatkan informasi dan akses untuk ikut memilih dalam pemilu kali ini, mengingat rata rata warga Indonesia di Saudi adalah pekerja unskilled yang takut pada majikan untuk minta ijin keluar. Bahkan banyak sekali para pembantu rumah tangga yang tidak dapat keluar sama sekali untuk memilih disebabkan keterbatasan yang ada, seperti tidak adanya muhrim yang menemani, kendaraan yang tidak mudah didapat dan juga majikan yang tidak memberikan ijin keluar rumah, dan alasan lainnya.

Padahal besar harapan kami, bila kotak suara terisi semua maka aspirasi kaum muslimin di Indonesia akan lebih besar terwakili di parlemen karena mayoritas, bahkan hampir seluruh warga Indonesia yang berada di Saudi adalah Muslim. Sampai berita ini diturunkan, pukul 08.00 malam waktu Saudi atau pukul 12 malam waktu indonesia, penghitungan suara baru akan dilakukan satu jam lagi. Karena para petugas TPS masih menunggu menit menit terakhir penutupan. Dengan harapan siapa tahu dari balik pintu gerbang sekolah Indonesai di Jeddah, akan muncul pemilih pemilih terakhir yang mungkin dari suaranya akan ikut merubah nasib bangsa kita. ( Mam fifi-jisc@jeddah KSA)

Penulis adalah pengasuh Education Corner di Eramuslim dan Pengelola Sekolah Jakarta Islamic School.