Profesor Yahudi Diperiksa

William I. Robinson, seorang profesor keturunan Yahudi di AS harus menghadapi tekanan hanya karena ia mengkritik agresi brutal Israel ke Jalau Gaza bulan Januari lalu. Bukan cuma tekanan, profesor itu juga dicap anti-Semit dan universitas tempatnya mengajar sampai merasa perlu melakukan investigasi terhadap profesor itu.

Kasus ini berawal ketika bulan Januari lalu Profesor Robinson mengirim email ke 80 orang mahasiswanya yang menyertakan gambar-gambar orang Yahudi yang menjadi korban holocaust Nazi dan gambar-gambar warga Palestina di Gaza yang menjadi korban agresi brutal Israel pada bulan Januari kemarin. Robinson menyertakan gambar-gambar korban agresi Israel itu untuk membandingkan bahwa Israel juga telah melakukan kekejaman yang sama terhadap rakyat Palestina seperti yang dilakukan Nazi terhadap orang-orang Yahudi pada masa holocaust.

"Gaza adalah Warsawa-nya Israel, Israel telah menjadikan Gaza sebagai kamp konsentrasi yang mengurung dan memblokade rakyat Palestina. Kita sedang menyaksikan adegan lambat dari sebuah proses genosida," tulis Robinson dalam emailnya yang diberi judul "Gambar-Gambar serupa antara Nazi dan Israel."

Email itu direspon oleh dua organisasi Yahudi di AS yang menyebut Robinson anti-Semit. Salah seorang mahasiswi Robinson yang juga Yahudi, Rebecca Joseph juga ikut mengkritik profesornya.

"Saya syok. Sebagai seorang profesor, dia sudah keterlaluan. Dia punya hak kebebasan berbicara, tapi dia tidak berhak mengirimkan pendapatnya yang sangat keras itu pada para mahasiswanya," kata Rebbeca.

Akibat email itu, Universitas Santa Barbara tempat Robinson mengajar selama sembilan tahun ini, juga melakukan penyelidikan khusus terhadap Robinson.

Menanggapi perlakuan yang diterimanya, Robinson mengatakan bahwa tuduhan anti-Semit yang ditujukan padanya tidak berdasar. Profesor itu menyatakan, jika dirinya mengkritik Israel bukan berarti ia anti-Yahudi.

"Itu sama artinya mengatakan, bahwa jika saya mengecam pemerintah AS atas invasinya ke Irak, itu artinya saya anti-Amerika. Tuduhan yang absurd dan tidak berdasar," tukas Robinson.

Ia juga berargumen bahwa kebebasan akademis salah satunya mengenalkan isu-isu kontroversial pada para mahasiswa, untuk mendorong para mahasiswa berpikir.

Untuk menghadapi tuduhan dan tekanan yang diterimanya, Profesor Robinson menyewa seorang pengacara dan akan pemeriksaan terhadap dirinya dijadwalkan tanggal 14 Mei mendatang.

Meski menjadi kontroversi, Robinson juga mendapat banyak dukungan dari para mahasiswa lainnya dan para koleganya di kampus. Harold Marcuse, profesor yang mengajar tentang holocaust di Universitas Santa Barbara menilai email Robinson bukan propaganda anti-Semit.

"Saya pikir isi email Robinson tidaak anti-Semit. Menurut saya, mengkritik Israel sah-sah saja," kata profesor yang juga keturunan Yahudi itu.

Profesor Marcuse juga menilai email Robinson tidak menyalahi aturan kampus, bahkan bisa dijadikan bahan diskusi.

Sejumlah mahasiswa di Universitas Santa Barbara membentuk Commitee to Defend Academic Freedom untuk membela Robinson dan kebebasan akademis di kampus itu. Dukungan pada Robinson juga disampaikan oleh organisasi California Scholars for Academic Freedom yang beranggota sekitar 100 profesor di 20 kampus di AS. Dalam pernyataannya, organisasi itu menyatakan bahwa tuduhan anti-Semit yang ditujukan pada Robinson bertujuan untuk "membungkam kritik terhadap kebijakan dan praktek-praktek yang dilakukan Israel."

Penulis dan profesor ahli linguistik Noam Chomsky juga mendukung Robinson dan mendesak agar tuduhan anti-Semit terhadap Robinson dicabut. "Mereka berusaha mencap siapa saja yang mengkritik Israel sebagai anti-Semit, tapi mereka tidak pernah merespon kritik itu karena mereka memang tidak bisa memberikan argumennya," tukas Chomsky. (ln/iol)