Protes Larangan Menara di Swiss

Referendum yang berlangsung di Swiss melarang membangun menara masjid di seluruh negeri itu, dan melahirkan kritik atas keputusan yang diambil negeri itu. Kritik itu datang dai Menlu Perancis, Ulama Al-Azhar, dan kelompok-kelompok dan ulama di Pakistan.

"Saya beharap Swiss meninjau kembali keputusannya", ujar Menlu Perancis Bernard Kouchner, saat di wawancarai oleh radio RTL. "Saya sangat terkejut dengan hasil referendum itu", ucap Kouchner. "Anda mempunyai dua pertanyaan, siapa yang menjadi target? Kalau yang menjadi target kelompok muslim moderat, yang mungkin, tetapi langkah ini salah", tegas Kouchner.

Di Swiss, masyarakat berkumpul, sesudah pemerintah mengumumkan hasil referendum, dan melarang menara masjid, mereka memprotes dan marah terhadap keputusan rakyat Swiss yang menyetujui larangan menara masjid. Pertama, mereka membaca di website adanya demonstrasi, dan berkumpul, dan dalam jumlah besar, dan mereka merasa bersyukur mendapat dukungan itu. Para pemrotes itu membawa simbul menara dan menggunakan pakian yang diberi gambar menara sebagai bentuk protes atas keputusan pemerintah dan hasil referendum.

Salah satu panflet yang ada, "Maafkan mereka". Ulama Mesir juga mengecam larangan terhadap bangunan menara di Swiss. Ulama Mesir, Ali Jumaa, mengecam referendum di Swiss, yang tidak mengizinkan berdirinya menara, dan inilah adalah bentuk ‘pelecehan’ terhadap semua kaum muslimin. Lebih lanjut Ali Jumaa,tindakan pelarangan terhadap bangunan menara itu,sebagai pelanggaran kebebasan beragama.

Dr.Ali Jumaa itu menyerukan dilangsungkan dialog antara pemeluk agama di Swiss dan juga dengan pemerintah agar dapat diselesaikannya berbagai masalah yang timbul. Tindakan referendum itu, hanyalah menunjukkan sikap ‘phobia’ terhadap Islam. Larangan pembangunan menara masjid itu, tak lain, sebagai bentuk sikap ‘ekstrim dan Islamophobia, tambah Dr.Ali Jumaa.

Dari Pakistan pemimpin Jamaat Islami, Khurshid Ahmad, menegaskan, "Larangan terhadap pembangunan menara itu, merefleksikan sikap islamophobia diantara kalangan masyarakat Barat terhadap Islam, ucap Khurshid.

Partai sayap kanan di Swiss SVP (Swiss People’s Party) merupakan partai yang mendorong dilangsungkan referendum, yang terlebih dahulu dengan mengumpulkan 100.000 tandatangan.

Para politisi SVP menilai menara itu bukan merupakan simbol arsitektur Islam, dan karakter agama, tetapi menara menjadi simbol sebuah politik yang ingin menegakkan kekuasaan Islam, dan ini menjadi tantangan yang sangat fundamental bagi hak kami, ujar seorang pejabat Partai SVP.

Khurshid Ahmad menegaskan bahwa tindakan pemerintah Swiss yang melarang berdirinya bangunan menara itu, sebuah pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional, ujar kepada AFP. "Ini adalah provokasi terhadap umat Islam, yang akan mendorong terjadi konflik peradaban antara Islam dan Barat",  tambahnya.

Yahya Mujahid, juru bicara organisasi nirlaba, Jamaat-ud-Da’wa juga menyimpulkan referendum di Swiss itu hanya akan merusak harmoni dalam lingkungan para pemeluk agama. Keputusan yang baru diambil di Swiss itu, justru akan menghancurkan saling pengertian dan toleransi", ucap Mujahid.

"Barat tak akan dapat mengambil apapun, dan kemenangan dan toleransi diantara para penganut agama, dan terciptanya harmony dengan keputusan yang melarang menara, dan bukti sebagai bentuk permusuhan terhadap kaum muslimin",  ujar Mujahid.

Kelompok sayap kanan di berbagai negara di Eropa telah merayakan kemenangan  dengan adanya keputusan pemerintah Swiss melalui referendum yang melarang berdirinya menara masjid. Dalam referendum itu 53 persen mendukung larangan berdirinya menara, dan dengan keputusan itu pemerintah Swiss akan mengubah artikel 72, paragrap ke tiga ke dalam konstitusi Swiss, yang melarang pembangunan menara. (m/wb)