Ibu dari Hammam Khalil Al-Balawi-lelaki yang diduga pelaku serangan bom bunuh diri ke basis militer AS di Afghanistan yang menewaskan delapan warga AS-angkat bicara. Shanara Fadel Al-Balawi mengatakan bahwa puteranya bukan seorang ekstrimis.
"Saya sudah 10 bulan tidak mendengat kabar tentang anak saya dan saya tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati. Saya mendengar berita tentang anak lelaki saya, Hammam Khalil Mohammed Al-Balawi tapi saya juga tidak tahu apakah ia masih hidup. Tapi dia tidak pernah menjadi seorang ekstrimis," tukas Shanara yang berusia 64 tahun.
Menurut ibunya, Hammam rajin salat dan membaca Al-Quran dan tidak pernah mengungkapkan pandangan-pandangan yang ekstrim. "Putera saya adalah anak yang bertanggungjwab. Dia anak yang baik dan pintar saat bersekolah di Yordania," tambah Shanara.
Menurut sang ibu, tahun 2008 kemarin puteranya mengajukan permohonan visa untuk belajar di AS. Tapi ia tidak tahu apakah permohonan visa itu dikabulkan. "Akhir bulan Februari, dia bilang ingin ke Turki untuk mengambil diploma aslinya. Tapi kemudia kami menyadari bahwa ia tidak pernah sampai di Turki," ujar Shanara.
Sementara itu, isteri Hammam yang asli Turki Defne Bayrak pada stasiun televisi NTV menyatakan tidak percaya kalau suaminya menjadi agen mata-mata seperti yang diberitakan. "Suami saya tidak akan pernah menjadi agen mata-mata untuk CIA atau Yordania, karena dia tipikal laki-laki yang senang tinggal di rumah. Saya tidak percaya suami saya melakukan itu semua," ujarnya.
Bayrak yang menikah dengan Hammam sembilan tahun yang lalu juga mengatakan bahwa suaminya bukan pergi Afghanistan, tapi ke Pakistan untuk melanjutkan studi kedokteran. "Dia ingin menjadi ahli bedah. Yang kami tahu, ia mendapatkan pekerjaan karena tidak bisa melanjutkan rencana studinya," tutur Bayrak.
Ia melanjutkan,"Terakhir kami bicara di telepon sekitar satu setengah bulan yang lalu. Kami bicara hal-hal biasa. Dia bilang ingin datang ke Turki dan meminta kami ke Turki berangkat lebih dulu dan ia akan menyusul."
Keluarga Balawi berasal dari Palestina yang pindah ke Yordania setelah invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Ibu Hammam mengatakan, puteranya bertemu Bayrak saat kuliah di jurusan kedokteran di Turki. Mereka kemudian menikah dan dikaruniai dua anak, Laila dan Lina.
Hammam pernah bekerja di sebuah rumah sakit di kamp pengungsi Palestina. Sedangkan Bayrak menjadi penerjemah buku-buku Arab ke bahasa Turki. Salah satu buku yang diterjemahkan Bayrak berjudul "Usama Bin Ladin, Che Guevara dari Timur."
Seorang saudara lelaki Hammam yang tidak mau disebut namanya mengungkapkan, Hammam sangat marah melihat agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang terjadi tahun 2008. "Peristiwa itu sangat mempengaruhi Hammam dan ia berniat untuk bergabung dengan para dokter Yordania yang menjadi relawan ke Gaza. Dia sangat marah melihat kejahatan Israel di Gaza," ujarnya.
Sementara itu televisi Al-Jazeera melaporkan perkembangan baru tentang Hammam yang mengutip pernyataan seorang pejabat pemerintah Yordania. Pejabat itu mengatakan bahwa Hammam bukan seorang informan atau agen ganda CIA-Yordania seperti pemberitaan yang beredar saat ini. (ln/aljz)