Sekjen PBB: Peningkatan Islamofobia tak Dapat Ditoleransi

Pada November tahun lalu, Pakistan membuka perbatasan penting dengan India untuk para peziarah Sikh. Hal itu dilakukan menjelang ulang tahun kelahiran Baba Guru Nanak ke-550.

Shah Mahmood Qureshi turut menggemakan keprihatianan Guterres perihal Islamofobia. Menurutnya, berkembangnya Islamofobia merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. “Ini sudah mulai berdampak pada politik Eropa, karena Anda telah melihat bagaimana kaum kanan mengambil keuntungan dari hal tersebut,” ujarnya.

Itu bukan kali pertama Guterres menyuarakan keprihatinan tentang Islamofobia. Tahun lalu, dia cukup vokal mengampanyekan tentang perlunya masyarakat internasional bersatu melawan kebencian anti-Muslim.

Hal itu gencar dilakukan Guterres setelah terjadinya insiden penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.Peristiwa itu cukup menggemparkan dunia internasional. Sebanyak 51 orang meninggal dalam serangan brutal tersebut. “Hari ini dan setiap hari, kita harus bersatu melawan kebencian anti-Muslim dan semua bentuk kefanatikan serta teror,” ujar Guterres tak lama setelah tragedi Chirstchurch terjadi.

Insiden penembakan dua masjid di Christchurch bahkan memaksa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar pertemuan darurat. Selain membahas serangan tersebut, mereka turut membicarakan tentang perlunya tindakan melawan Islamofobia.

Terkait hal itu, OKI meminta komunitas global turut berpartisipasi.  “OKI sangat khawatir tentang kebangkitan gerakan rasialisme dan terorisme di berbagai wilayah dunia, berdasarkan sejarah yang dikarang, membayangkan konflik, konfrontasi antarperadaban, dan niat menghasut fobia, kebencian serta permusuhan terhadap imigran dan individu dari negara-negara Muslim,” kata OKI dalam deklarasi yang dirilis seusai pertemuan di Istanbul pada 23 Maret 2019.

Menurut OKI hal tersebut membahayakan prospek perdamaian dan harmoni di antara bangsa-bangsa serta komunitas-komunitas dunia di masa mendatang. Dalam deklarasi tersebut, OKI pun kembali menyatakan kutukan keras atas serangan terhadap dua masjid di Christchurch.

“Menegaskan kembali posisi OKI bahwa terorisme tidak memiliki agama dan bahwa setiap tindakan teror adalah kriminal serta tidak dapat dibenarkan, terlepas dari motivasinya, di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun yang melakukan,” kata OKI.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad turut mengusung fenomena Islamofobia saat menggelar Kuala Lumpur Summit pada Desember tahun lalu. Menurutnya usaha untuk menghadapi dan memerangi Islamofobia harus dimulai dari internal umat Islam. Dalam konteks ini, Islam telah mengajarkan umatnya untuk tidak melakukan kekerasan, apalagi tindakan teror.