Imam Afzali Diberi Waktu 90 Hari Untuk Meninggalkan AS

Seorang imam kelahiran Afghanistan yang mengakui bahwa dirinya telah berbohong kepada FBI terkait dibatalkan sebuah plot teror terhadap sistem kereta bawah tanah New York, Kamis kemarin (15/4) dibebaskan namun ia diperintahkan untuk meninggalkan negara itu dalam waktu tiga bulan, kata seorang pejabat pengadilan.

Ahmad Wais Afzali (39 tahun), muncul di pengadilan federal Brooklyn dimana hakim memutuskan bahwa ia telah menghabiskan cukup waktu dalam penjara setelah penangkapannya pada bulan September.

"Dia telah menjalani sekian waktu hukuman di penjara dan dirinya diperintahkan untuk mendeportasi diri dalam waktu 90 hari," kata juru bicara pengadilan Robert Nardoza kepada AFP.

Imam mengatakan dia ingin membantu pihak berwenang dalam melakukan penyelidikan atas ancaman teror tersebut, namun dirinya telah berbohong kepada FBI tentang percakapan teleponnya dengan orang yang bernama Najibullah Zazi yang mengaku perwakilan dari al-Qaidah. Afzali berbohong kepada FBI ketika dia mengatakan dia tidak pernah mengatakan kepada Zazi bahwa ia berada dalam pengawasan di New York.

"Saya bertanggung jawab penuh atas tindakan saya," kata Afzali dalam pernyataan emosional kepada Hakim Frederic Blok.

"Demi Allah, tidak pernah ada dalam niat saya untuk membantu orang-orang tolol itu untuk apa yang mereka lakukan atas nama Islam," katanya, mengacu pada tersangka teroris.

Dia mengatakan dia akan menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama istrinya, anak-anak dan orang tua yang sakit sebelum mendeportasi diri dari AS. Dia tidak berharap untuk kembali ke Afghanistan, di mana ia meninggalkan anak dan keluarganya, tapi dia tidak yakin kemana ia akan pergi.

"Aku akan mulai berkeliling untuk berbelanja," katanya di luar pengadilan. "Saya yakin beberapa negeri yang baik akan menerima saya."

Jika Afzali tidak meninggalkan AS dalam waktu 90 hari, ia akan dideportasi ke Afghanistan. Menurut catatan hakim dia tidak diizinkan kembali ke AS tanpa izin khusus dari pemerintah AS, dan jika dia melanggarnya, dia akan menghadapi hukuman yang lebih berat.

Pihak berwenang meminta bantuan Afzali pada musim gugur yang lalu, sehingga polisi dapat bergegas menggagalkan plot teror yang akan dilakukan oleh Zazi, seorang sopir di bandara Colorado yang merupakan tersangka utama dalam kasus ini.

Zazi mengakui bahwa ia telah menguji bahan pembuatan bom di pinggiran kota Denver sebelum melakukan perjalanan dengan mobil ke New York dengan niat untuk menyerang sistem kereta bawah tanah sebagai aksi balasan atas keterlibatan militer AS di Afghanistan.

Dua orang lainnya dicurigai yang berperan langsung dalam rencanan teror tersebut adalah Adis Medunjanin dan Zarein Ahmedzay, telah mengaku tidak bersalah atas tuduhan terhadap mereka yang berusaha bergabung dengan Zazi, yang oleh jaksa digambarkan sebagai "tiga serangan bom bunuh diri terkoordinasi" pada jalur kereta bawah tanah Manhattan. Serangan mereka diduga, bertepatan pada hari peringatan kedelapan dari peristiwa 11 September 2001.

Para anggota komplotan berencana untuk meledakkan bom pada kereta api di dua stasiun terbesar kereta bawah tanah di kota : Times Square dan Grand Central Terminal, menurut dua pejabat.

Jaksa mengatakan serangan mereka mencoba meniru serangan bom pada tahun 2005 di sistem transit London. Empat pembom bunuh diri dalam kejadian itu menewaskan 52 orang dan diri mereka sendiri dalam serangan terhadap tiga kereta subway dan bus di London.(fq/aby)