"Taksi Kesetaraan" bagi Muslimah India

Shanno Begum (32 tahun) seorang janda muslimah, sudah tidak sabar untuk mengukir hidupnya dengan memecah dominasi laki-laki sebagai sopir taksi di kota New Delhi.

"Suami saya meninggal tiga tahun yang lalu. Saya punya tiga anak dan mertua saya mendukung," kata Shanno kepada Agence France-Presse (AFP) pada hari Jumat kemarin (4/9).

Shanno telah mendaftar pada tahun lalu untuk sebuah program yang diluncurkan – berupa pelayan  taksi pertama di kota New Deli yang dikelola oleh perempuan.

"Sebagai perawat pribadi, saya mendapatkan upah sebesar 4,500 rupee (90 dolar) per bulan dengan lama kerja 24 jam selama seminggu" katanya.

"Sekarang, saya akan mendapatkan jumlah upah yang sama selama delapan jam kerja dan dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk anak-anak saya."

Program ini merupakan gagasan Meenu vadera dari Azad Foundation, sebuah kelompok sukarelawan yang bertujuan untuk membantu para wanita yang kurang beruntung secara keuangan.

"Tujuannya adalah untuk membangun sebuah perusahaan dengan para wanita sebagai pengelolanya," kata Vader.

"Dengan cara ini, usaha yang dijalankan tidak terlihat sebagai lembaga amal namun lebih terlihat sebagai menjalankan usaha secara kolektif."

Layanan sopir taksi perempuan ini direncanakan akan mulai beroperasi menjelang Commonwealth Games pada bulan Oktober 2010 nanti.

"Kami telah melatih sekitar sembilan orang wanita dan sedang melatih 11 orang lainnya," kata Vadera, yang berkeinginan memiliki lima taksi menjelang bulan Februari dan 20 armada taksi lagi pada saat Commonwealth Games berlangsung.

Kota New Delhi medapat peringkat terburuk dari seluruh kota yang ada di India dalam hal kekerasan terhadap perempuan.

Lebih dari 4,300 kasus kekerasan terhadap perempuan sudah terdaftar sejak tahun 2007-08, menurut catatan dari biro Kejahatan nasional.

Untuk memastikan keselamatan mereka, para sopir taksi wanita ini telah menerima beberapa dasar instruksi bela diri sebagai bagian dari pelatihan mereka.

Melengkapi kelas pelatihan mereka juga diajarkan etika dan berbicara dalam bahasa Inggris.

"Saya melihat sebuah program yang akan menggabungkan mata pencaharian bagi para wanita dengan gagasan untuk adanya sopir taksi perempuan yang akan menyediakan transportasi yang aman bagi para pekerja wanita di Delhi,"ujar Vadera.

Jalan keluar

Banyak perempuan India melihat program ambisius ini sebagai jalan keluar dari kehidupan sosial dan ekonomi mereka yang buntu.

"Saya mendapatkan ide," kata Rita (24 tahun) yang melarikan diri dari rumah keluarganya setelah tujuh tahun menderita akibat penganiayaan yang dilakukan oleh mertuanya.

"Hal ini akan memberi saya kemerdekaan dan kemampuan untuk hidup dari usaha saya sendiri."

Bagi Ekta (28 tahun), seorang ibu dengan empat orang anak, proyek taksi perempuan ini telah membuka pintu bahwa sebelumnya ia telah berpikir tertutup bagi dirinya sebagai seorang wanita buta huruf dalam keluarga yang konservatif.

"Membujuk suami saya untuk membolehkan saya bekerja itu sangat sulit," katanya.

"Sekarang saya merasa diberdayakan seolah-olah saya punya identitas sendiri selain seorang istri dan ibu."

Proyek ini bagaimanapun belum tentu tanpa masalah.

Sebagai contoh, lisensi komersial yang diperlukan untuk mengemudikan taksi perlu bertahun-tahun menunggu untuk mendapatkannya.

"Saya telah meremehkan persoalan gender," kata Vader, mengulangi kutipan pertanyaan dari majikan yang mempertanyakan apakah wanita bisa dipercaya untuk mengemudi dengan aman dan dapat masuk kerja tepat waktu.

"Meskipun menurut perkiraan saya, mereka akan mengambil keputusan menentang adanya sopir taksi perempuan. Namun faktanya bahwa perempuan lebih berhati-hati daripada sopir taksi laki-laki – mereka lebih mematuhi peraturan lalu lintas, tidak minum sewaku mengemudi, dan tidak terlibat dalam perkelahian di jalan. "

Heena Khan(22 tahun) terpaksa berkecil hati atas tertunda keluarnya surat ijin mengemudinya.

"Ini menyedihkan bahwa setelah semua kerja keras ini, kami masih tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena kami adalah perempuan," kata Khan, yang memiliki 10 anggota keluarga yang bergantung pada dirinya.

"Saya adalah satu-satunya pencari nafkah dan kalau saya tidak bekerja berarti tidak ada makanan bagi keluarga saya."(fq/iol)