Turki-Armenia, Dua Musuh Bebuyutan itu Akhirnya Damai

Dua negara bertetangga namun sejarahnya lebih banyak diwarnai bersitegang dan permusuhan sejak satu setengah abad silam, yaitu Turki dan Armenia, pada akhirnya menyepakati perdamaian dan persahabatan.

Traktat perjanjian damai itu ditandatangani oleh Menteri Luar negeri kedua negara, yaitu Menlu Armenia Edward Nalbandian dan Menlu Turki Ahmet Davitoglu, pada Sabtu (10/10) kemarin, di kota Zurich, Swiss.

Turut hadir dalam momen bersejarah itu Menlu AS Hillary Clinton, Menlu Rusia Sergei Lavrov, Menlu Prancis Bernard Kouchner dan Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Xavier Solana.

Isi traktat perjanjian itu meliputi kesepakatan perdamaian kedua negara, menghilangkan tensi ketegangan dan permusuhan, dibukanya perwakilan diplomatik antara kedua negara, serta kembali membuka batas negara.

Sinyal perdamaian itu sebenarnya sudah saling diberikan oleh kedua negara sejak tahun-tahun terakhir. Beberapa bulan silam, Presiden Turki Abdullah Gul melakukan kunjungan kenegaraan resmi ke Armenia, sebuah kunjungan kenegaraan pertama yang dilakukan pimpinan Turki pasca berdirinya Republik Turki pada 1924 silam.
Kunjungan Presiden Turki itu pun pada gilirannya dibalas oleh kunjungan Presiden Armenia Serzh Sarkisian ke Turki beberapa waktu berselang.

Turki dan Armenia memutuskan hubungan sejak sengketa genosida orang Armenia di bawah pemerintahan Usmaniyah (Ottoman) pada masa perang dunia I, yaitu antara 1915-1917, yang dipicu oleh "pengkhianatan" Armenia (yang saat itu masih menjadi wilayah kesultanan Ottoman) dan pembelotan negeri Ararat itu ke Russia, musuh utama Ottoman di masa perang dunia I.

Armenia mengklaim 1,5 juta penduduknya dibantai oleh pemerintahan Ottoman, yang selalu dibantah dan dianggap berlebihan oleh Turki hingga sekarang ini. (L2/db)