Uskup Desmond Tutu Menangis di Ghaza

Pemenang hadiah Nobel Uskup Desmond Tutu dan tim investigasi PBB yang dipimpinnya, menitikkan air mata melihat kondisi warga Ghaza di Palestina. Mereka menyatakan sangat "terpukul" mendengar keterangan dari para saksi mata dan korban selamat dalam peristiwa serangan Israel ke Beit Hanoun, Ghaza yang terjadi tahun 2006 lalu dan menewaskan 19 warga sipil Palestina.

Tutu mengatakan tidak bisa menerima situasi yang dialami warga Ghaza di bawah blokade ketat rejim Zionis Israel. Kondisi memprihatinkan warga Ghaza membut Tutu tak bisa menahan air matanya. "Ini bukan hal yang Anda harapkan dari musuh yang terburuk sekalipun, " kata Tutu.

Tutu dan timnya dari PBB datang ke Ghaza sebagai tim pencari fakta yang dikirim Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk melakukan penyelidikan atas peristiwa Beit Hanoun. Pada malam hari tanggal 8 November 2006, pasukan udara Israel membombardir kota itu dan menyebabkan 19 warga Palestina gugur, di antaranya lima perempuan dan delapan anak-anak yang sedang tidur lelap saat serangan terjadi.

Keluarga Assamna adalah salah satu keluarga Palestina yang dimintai keterangannya oleh tim Tutu. "Saya sedang bersama anak lelaki saya. Ia ada dalam pelukan saya ketika meninggal. Bisakah Anda membayangkan, seorang ibu memegang usus anaknya sendiri yang terburai, " tutur Tahini al-Assamna berurai air mata.

Bukan hanya anak lelaki, Assamna juga kehilangan empat ipar laki-lakinya dalam peristiwa itu. Padahal dua hari sebelumnya, ia juga kehilangan suami yang gugur dalam operasi militer Israel.

Al-Assamna menceritakan, bom Israel jatuh di atap rumahnya dan masuk ke dalam rumah. Akibat ledakan itu, serpihan kaca dan bagian rumah yang hancur bertebaran di di langit malam. Keluarga Assamna berharap akan ada penyelidikan atas peristiwa ini dan mereka yang bertanggung jawab diseret ke pengadilan internasional

Dalam kunjungan ke Ghaza, Uskup Desmond Tutu juga berjumpa dengan walikota Beit Hanun Muhammad Naziq al-Kafarna, yang juga anggota faksi pejuang Hamas. Pada Tutu yang didampingi seorang profesor dari Inggris Christine Chinkin, al-Kafarna mengatakan bahwa Israel tidak perlu memberikan alasan untuk membunuh warga sipil Palestina karena tujuan mereka hanyalah membunuh dan membunuh.

"Apa yang telah kami saksikan menegaskan bahwa apa yang telah terjadi betul-betul tidak bisa diterima, " kata Tutu yang menerima hadiah Nobel untuk kampanye anti-apartheidnya di Afrika Selatan.

Namun ia juga mengatakan, bahwa Kota Sderot di Israel juga menderita akibat tembakan roket al-Qassam. "Kami juga peduli pada mereka, " tukas Tutu yang juga meminta agar pejuang Palestina menghentikan tembakan roketnya ke wilayah Israel.

Pernyataan Tutu itu dijawab oleh Walikota al-Kafarna dengan mengatakan bahwa roket-roket yang ditembakkan para pejuang Palestina adalah reaksi dari operasi militer Israel di wilayah Ghaza. "Roket-roket itu tidak ada apa-apanya dibandingkan helikopter Apache dan pesawat tempur F-16 yang digunakan Israel untuk membunuh anak-anak kami siang dan malam, " tandas al-Kafarna. (ln/iol/al-arby)