UU Pemilu Mesir Untungkan Mubarak, Ikhwan Tuntut Amandemen

Kelompok Ikhwanul Muslimin menyerukan kepada Presiden Mesir, Husni Mubarak untuk mengamandemen UU pasal 76 dan 77 terkait dengan peraturan pemilu presiden. Permintaan ini disampaikan agar pemiihan presiden nanti dapat berlangsung dengan bersih, jujur dan adil.

Kelompok Oposisi ini juga menekankan pentingnya dibuat panitia pengawas pemilu (panwaslu) serta pengawas Independent dari publik, upaya ini dilakukan demi menghindari terjadinya kecurangan dan intimidasi ketika pemilu berlangsung. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pemilu hanyalah sebuah kamuflase belaka, seperti yang terjadi selama ini.

Dalam pembahasan UU pasal 76 disebutkan, bahwa syarat untuk menjadi kandidat presiden, seseorang yang ingin mencalonkan diri harus mendapatkan dukungan minimal dari 250 anggota DPR, MPR dan DPD. Ikhwanul Muslimin menilai syarat tersebut sangat kental dengan nuansa politis. Syarat itu bertujuan untuk memuluskan jalan putra presiden menjabat, Jamal Mubarak untuk menjadi kandidat presiden selanjutnya dengan dukungan penuh anggota partainya-Partai Nasionalis (al-Hizb al-Wathani)-di parlemen.

Sedangkan isi dari pasal 77 menjelaskan, bahwa seorang presiden boleh dipilih kembali berturut-turut, hingga batas waktu yang tak ditentukan (hingga meninggal dunia) atau meninggalkan panggung politik. Selain itu, pasal 77 juga menegaskan bahwa satu kali masa jabatan presiden adalah selama enam tahun, terhitung dari hari pertama hasil pemilu itu diumumkan. Pemilu presiden bahkan dapat diulang kembali jika memang dianggap perlu.

Muhammad Sa’ad Katatni, perwakilan Ikhwanul Muslimin yang berada di parlemen mengatakan, "bangsa Mesir sebenarnya bisa saja memilih seorang pemimpin yang baik bagi negerinya, dengan catatan mereka diberikan kebebasan dalam menentukan pilihan, dan tentunya tanpa ada tekanan dari partai yang kini berkuasa". Sa’ad kemudian menambahkan, adanya tekanan dari publik bisa memaksa partai penguasa untuk menggelar pemilu yang jurdil, sehingga tak ada lagi intervensi, namun sayangnya kekuatan publik hingga kini masih tergolong lemah. "Oleh karenanya, ia harus digerakkan sehingga menjadi kekuatan rakyat yang dapat menghasilkan perubahan yang signifikan," jelas Sa’ad.

3 Syarat Jaminkan Pemilu Sukses

Sa’ad berpendapat, ada tiga syarat yang apabila dilaksanankan akan menjamin berjalannya pemilu yang jurdil. Ketiga syarat itu adalah; pertama, amademen undang-undang pasal 76 dan 77. kedua, ada kemauan secara politik untuk menggelar pemilu yang jurdil. ketiga,amandemen UU pasal 88, yaitu dengan membolehkan adanya panitia pengawas pemilu dari pihak LSM, baik dalam mau pun luar negeri, sehingga tak ada lagi kemungkinan terjadinya tekanan dari pihak keamaan. Intervensi seperti ini memang sering terjadi, pada pemilu tahun 2000 lalu, para aparat keamanaan justru menghadang masyarakat yang akan mendatangi kotak suara, hal itu tentu bertujuan untuk memberikan kemenangan dengan cara kotor bagi partai yang berkuasa.

Di akhir pernyataannya Sa’ad kemudian menejelaskan, "apabila ketiga syarat yang disebutkan tadi terpenuhi, maka akan muncul banyak nama kandidat presiden yang kafabel, seperti Dr. Muhammad Baradi’i dan yang lainnya. Mereka tidak mau mencalonkan diri menjadi presiden karena tahu hanya dijadikan kandidat formalitas semata." (ism/za2t)