Zaytuna College, Menjadi Univeritas Islam Pertama di AS

Sejumlah cendikiawan dan organisasi Muslim di AS akan mendirikan universitas Islam yang terakreditasi di Berkeley, California mulai musim panas tahun depan. Universitas Islam yang akan diberi nama Zaytuna College ini, ibarat mimpi yang menjadi kenyataan bagi warga Muslim AS yang sejak lama mengumpulkan dana dan menunggu waktu yang tepat untuk mendirikan universitas itu.

Imam Zaid Shakir, Syaikh Hamza Yusuf dan Dr. Hatem Bazian adalah tiga cendikiawan dan tokoh Muslim AS yang mencetuskan ide pembangunan universitas Islam yang akan menggunakan motto "Where Islam Meets America". Cikal bakal dari universitas ini sudah dirintis sejak tahun 1996, ketika Hamza Yusuf mendirikan Zaytuna Institute di San Francisco yang memberikan program pendidikan dan kursus bahasa. Lima tahun kemudian, Imam Zaid Shakir membuat proyek percontohan dengan membuka program teologi dan hukum.

Pengembangan Zaytuna Institute menjadi universitas Islam Zaytuna College membawa misi untuk "memberikan pendidikan dan menyiapkan para profesional, intelektual dan pemuka agama agar memiliki komitmen moral yang berdasar pada tradisi keilmuan yang islami, memiliki wawasan terhadap perkembangan budaya terkini serta cara berpikir kritis di tengah kehidupan masyarakat modern."

Khusus untuk konflik Israel-Palestina, Shakir mengatakan, kebijakan bagaimanan konflik itu digambarkan untuk para mahasiswa akan diserahkan bahwa kebijakan masing-masing profesor yang mengajar.

"Kami berharap siapa pun yang mengajar di universitas ini, bisa melihat dampak secara menyeluruh dari isu-isu yang diangkat dari berbagai sudut pandang dan bisa memberikan penilaian yang mendalam dan benar tentang situasi yang terjadi. Mereka juga diharapkan bisa menstimulasi para mahasiswa untuk memikirkan solusi dari konflik-konflik dengan cara yang adil dan bijaksana," jelas Shakir.

Untuk tahap awal, Zaytuna College akan membuka dua jurusan; jurusan bahasa Arab dan jurusan studi agama Islam dan hukum Islam. Zaytuna College membuka pendaftaran bagi siapa saja, laki-laki dan perempuan tanpa melihat latar belakang agama dan ras. Shakir menegaskan, siapa saja boleh menjadi mahasiswa, termasuk orang-orang Yahudi yang mau belajar di universitas itu. Karena menurutnya, di Zaytuna Institute banyak siswa Yahudi yang ikut kursus bahasa Arab.

Lebih lanjut Shakir mengatakan, kebutuhan komunitas Muslim tidak jauh berbeda dengan kebutuhan komunitas agama lain. "Sebagai komunitas Muslim, kita perlu membangun sebuah institusi yang bisa membuat kita menjaga nilai-nilai yang kita miliki," kata Shakir dalam keterang persnya di New Jersey bersama lembaga Council for the Advancement of Muslim Professionals.

Rencana pembangunan universitas Islam Zaytuna College mendapat respon positif di AS karena dianggap menanamkan ajaran Islam moderat. Omid Safi, Profesor di jurusan studi Islam University of North Carolina-Chapel Hill mengatakan, Zaytuna College bisa menjadi institusi yang berpengaruh dalam membentuk pola pikir Muslim Amerika. "Di satu sisi, mereka banyak membahas bagaimana untuk menjadi orang Amerika. Disisi lain, mereka juga memberikan kurikulum yang mengglobal Muslim Amerika yang menjadi mahasiswanya," ujar Safi.

Namun pendapat berbeda dilontarkan oleh Mahmoud Ayoub, pensiunan profesor bidang studi Islam di Temple University dan pernah bekerja untuk departemen luar negeri AS untuk urusan dunia Islam. "Saya tidak tahu apakah akan menyekolahkan anak saya ke universitas Zaytuna, karena sekolah itu hanya mengajarkan soal tradisi.

Generasi muda harus hidup. Saya lebih suka berbaur dengan beragam orang dan tidak suka hidup dalam ghetto (kelompok minoritas yang hidup dalam satu tempat)," ujarnya. (ln/JP)