Gerakan Dakwah: Antara Harapan dan Tantangan (1)

1. Definisi Gerakan Dakwah Masa Depan

Istilah Gerakan Dakwah dikenal pertama kali sejak Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul sekitar 1442 tahun silam. Berkat Gerakan Dakwah yang dipimpin Muhammad Saw tersebut, Islam tersebar di seluruh penjuru dunia dan tak terkecuali di bumi Nusantara yang Allah takdirkan mayoritas penduduknya menjadi Muslim terbesar di zaman ini.

Bersamaan dengan perjalanan waktu, Gerakan Dakwah mengalami pasang surut. Masa yang paling sulit dalam Gerakan Dakwah ialah ketika umat Islam kehilangan pemerintahan terakhir yang melindungi dakwah mereka, yakni sejak Khilafah Islamiah Utsmaniyah tumbang di tangan Mustafa Kemal Ataturk yang berpusat di Turki pada tahun 1924 atau sekitar 84 tahun lalu.

Hilangnya Pemerintahan Umat Islam Internasional tersebut, mengakibatkan lenyap pula sebagian besar nilai-nilai Islam yang telah mereka anut dan terapkan dalam diri, rumah tangga, masyarakat dan pemerintahan selama lebih dari 13 abad. Bahkan tidak sedikit dari kalangan Muslim sendiri yang tidak mau mengakui keunggulan dan kesyumulan (menyeluruh) ajaran Islam.

Sesuai skenario Allah, di tengah-tengah masa sulit tersebut lahir berbagai tokoh Mujaddid (Pembaharu) Gerakan Dakwah yang berupaya mengembalikan nilai-nilai Islam sebagai aturan main dalam semua aspek kehidupan mereka seperti yang sudah berjalan sekitar 13 abad lamanya dengan pusat pemerintahannya yang berpindah-pindah dari Al-Madinah Al-munawwarah ke Baghdad, kemudian ke Spanyol dan terakhir di Istambul.

Menarik untuk dicermati bahwa di masa-masa sulit tersebut gerakan Gerakan Dakwah lahir hampir di seluruh penjuru dunia seperti Syarikat Islam (1920), Muhammadiyah (1912) dan Nahdhatul Ulama (1926) di Nusantara (Indonesia), Ikhwanul Muslimin di Mesir (1927), Jama’ah Tabligh (1920-an di India), Jama’ah Islamiyah di wilayah Sub Continent (India, Pakistan dan Bangladesh) (1941) dan Hizb Attahrir 1952.

Di Indonesia, Istilah Gerakan Dakwah juga sangat populer, khsususnya setelah Kiyai H. Ahmad Dahlan mendirikan lembaga dakwah yang bernama Muhammadiyah pada tahun 1912. Ketika partai Masyumi berhasil mendapat dukungan yang cukup signifikan di era 50-an, Gerakan Dakwah semakin dikenal luas di kawasan Nusantara.

Sebelum kelahiran berbagai gerakan dakwah kontemporer, yakni di masa Sayyid Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan juga muridnya Rasyid Ridho, mereka memakai istilah “Al-Jaami’atul Islamiyyah” (Himpunan Islam). Ketiga tokoh tersebut secara individu, lebih banyak menyerukan kesatuan dan perhimpunan umat Islam yang tercerai berai dalam jajahan bangsa-bangsa Eropa. Namun, lebih bersifat individu dan tidak berada dalam sebuah organisasi (jam’ah). Lain halnya setelah kelahiran Ikhwanul Muslimin 1927, Jama’ah Islamiyah 1941, Masyumi dan juga kelompok-kelompok perjuangan Islam lainnya di era 50an, pergerakan dakwah sudah terorganisir dalam bentuk jama’ah atau organisasi dan memiliki cara-cara dan tujuan yang jelas.

Dari fakta sejarah tersebut dapat kita simpulkan bahwa Gerakan Dakwah moderen (kontemporer) telah melalui tiga fase umurnya : 1. Ffase kelahiran, 2. Fase penyebaran 3. Fase perkembangan dan 4. Fase eksistensi

Sekarang bisa dikatakan sedang berada pada fase ke empat, yaitu fase eksistensi. Inilah fase yang amat menentukan. Fase eksistensi ini sudah pasti menghadapi berbagai tantangan yang amat berat dan lebih kompleks di banding dengan fase-fase sebelumnya. Namun, fenomena yang jelas nampak kita lihat dan rasakan bahwa di balik tantangan tersebut terbuka peluang yang yang sangat besar. (Untuk lebih jelas, lihat Grafik 1.A)

Agar masa atau fase ini dapat dilalui dengan baik dan pada waktu yang sama rintangan-rintangan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik, internal maupun eksternal, maka perlu dirumuskan sebuah definisi yang pas dan sesuai dengan karakter Gerakan Dakwah Masa Depan yang mampu menyambut masa depan yang lebih baik dan gemilang.

Yang dimaksud dengan Gerakan Dakwah Masa Depan Ialah :

“Sebuah aktivitas massal dalam format amal jama’i yang memiliki konsep ideologi yang mapan (al-imanul ‘amiq), smart leader (pemimpin yang berpegang teguh pada prinsip, teliti dalam segala hal, tidak tertipu oleh kilauan dunia), organisasi yang rapih dan solid (at-tanzhim ad-daqiq) program dakwah yang komprehensif, semimbang dan berkelanjutan (al-‘amal al-mutawashil), serta sumber daya manusia (SDM) berkualitas tinggi dalam berbagai keahlian” Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa Gerakan Dakwah Masa Depan adalah yang memiliki lima karakteristik utama berikut :

1. Yang memiliki konsep idoelogi dan pemikiran yang mapan dan kuat sehingga ada jaminan kebenaran dan kekuatannya berdasrkan Al-Qur;an dan Sunnah Rasul Saw. Di samping itu, idoelogi dan pemikiran tersebut menjadi motor dan sekaligus framwork semua aktivitas organisasi.

2. Yang memiliki Smart Leader dalam berbagai tingakatan struktural organisasi, atau paling tidak dalam jajaran tertinggi organisasi. Mereka adalah para pemimpin yang berpegang teguh pada prinsip, memiliki ilmu yang mendalam tentang Islam dan manajamen SDM, teliti dalam segala hal, tidak tertipu oleh kilauan dunia serta menjadi contoh tauladan dalam segala sisi kehidupan. Dengan demikian, dunia teori, pemikiran, ide, gagasan, konsep dan nilai akan menjadi sesuati yang mudah dan praktis sehingga terjadi proses transformasi ilmu, spiritualitas (ruhiyyah) dan keteladanan dalam kehidupan nyata.

3. Yang memiliki sistem dan aturan main yang fair (adil) dan natural sesuai dengan prisip-prinsip ideologi organisasi dalam Islam. Dengan demikian, organisasi akan menjadi sebuah payung amal (aktivitas) dakwah yang dimiliki bersama, tidak ada yang berhak memperlakukannya seakan milik pemimpin atau sekelompok elite organisasi. Kepemilikan tersebut lahir dari rasa kepemilikan (sanse of belongings) dari dalam hati sanubari setiap anggotanya. Bila rasa kepemilikan tersebut lahir dari lubuk hati yang dalam setiap anggotanya, maka tidak diragukan mereka akan berhasil membangun sebuah organisasi yang solid.

4. Yang memiliki program dakwah yang konprehensif, seimpabang dan berkelanjutan sesuai dengan strategi dan perencanaan jangka panjang.

5. yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, khususnya mereka yang menjadi pemimpin formal dan informal sehingga menjadi refernsi dalam bidang masing-masing, teori dan praktemnya, baik tingkat daerah, nasional maupun global. Bila dicermati dengan baik, ketika berbagai gerakan dakwah muncul di berbagai wilayah negeri Muslim di awal abad ke 20 seperti yang disinggung di atas, hampir seluruh kawasan Islam sedang dijajah kaum kolonialis Eropa. Mayoritas umat Islam berhasil dijauhkan dari nilai-nilai Islam akibat dahsyatnya al-ghazwu al-Fikri (invasi pemikiran) yang dilancarkan kaum penjajah Eropa terhadap mereka. Bahkan di sebagian kawasan, kaum kolonialis menciptakan berbagai aliran yang menggoyang sendi-sendi dasar ajaran Islam dari dalam tubuh umat Islam sendiri, seperti yang dilakukan Inggris di Sub Continent dengan mengorbitkan Mirza Ghulam Ahamd sebagai Nabi yang menggantikan posisi Nabi Muhammad Saw sebagai nabi Allah terakhir. Aneh bin ajaib, aliran ini masih saja banyak peminat dan pembelanya, khususnya di negeri ini. Suatu hal yang perlu kita syukuri bahwa marhalah ta’rif (nasyrul fikroh) yakni, fase penyebaran nilai-nilai yang dilakukan berbagai gerakan dakwah sejak awal abad 20 yang meraka lakukan dengan gigih dan ikhlas sudah memperlihatkan hasil yang sangat menggembirakan.

Berbagai gerakan dakwah tersebut dengan pertolongan Allah, berhasil meniupkan rasa keyakinan dan kebanggaan sejumlah besar umat dari berbagai lapisan masyarakat terhadap nilai-nilai Islam. Bahkan tidak sedikit mereka yang belum tergabung dalam harokah (gerakan) dakwahpun sudah berupaya menerapkan nilai-nilai Islam dalam diri, keluarga, instansi dan perusahaan mereka sebatas yang mereka mampu. Diterimanya prinsip-prinsip ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam kehidupan masyarakat hari ini secara luas merupakan salah satu bukti kuat keberhasilan marhalah nasyrul fikroh (periode penyebaran pemikiran Islam) tersebut. Apalagi konsep Islam menyangkut ekonomi dan perbankan terbukti lebih unggul dibanding dengan konsep ekonomi sosialis dan kapitalis dalam menghadapi krisis ekonomi global yang sedang melanda dunia sejak sepuluh tahun terakhir.

Giliran berikutnya, para aktivis Gerakan Dakwah yang menjadi motor penggerak kesadaran ber-Islam, haruslah mampu membuktikan dan mempraktekan nilai-nilai Islam dalam diri, rumah tangga, jama’ah, organisasi, partai dan isntitusi yang mereka berada di dalamnya. Kalau tidak, tidak mustahil gerakan dakwah akan mengalami kemunduran. Tentu jika hal tersebut terjadi (semoga Allah hindarkan), kita akan mengalami kesulitan dalam meyakinkan mayoritas umat Islam akan keunggulan ajaran agama mereka yang sudah dilupakan hampir satu abad lamanya.

Zaman sekarang dan mendatang bukan lagi zaman banyak bicara, diskusi, berpidato, seminar, makalah dan sebagainya, kendati hal-hal tersebut tetap dibutuhkan. Zaman ini dan mendatang bukan lagi zaman cukup berbangga-bangga dengan kelompok, jama’ah atau partai sendiri. Zaman ke depan bukan lagi zaman mengandalkan jumlah, suara, harta dan berbagai aksesoris materialis lainnya. Zaman sekarang dan mendatang adalah zaman alternatif, produktivitas, keteladanan, kompetensi, profesional, standarisasi, serba terukur serta quwwah ruhiyyah ( keunggulan spritualitas).

Gerakan dakwah yang unggul adalah yang mampu memberikan alternatif, fakta, bekerja berdasarkan angka, ilmu, solusi dan contoh tauladan, baik di kalangan internal maupun eksternal. Sebab itu, prosentase aktivitas berupa teori harus diimbangi dengan amal (aktivitas) nyata. Potensi para aktivis Gerakan Dakwah harus diarahkah kepada a’maal mayadin al-hayah (aktivitas berbagai lapangan kehidupan). Proses internalisasi dan implementasi marhalah takwin dan tanfiz (fase kaderisasi dan penerapan) merupakan fokus Gerakan Dakwah Masa Depan. Yang hanya mampu bicara nilai, apalagi perilakunya tidak sesuai dengan nilai yang dibicarakannya, yang masyghul memikirkan dan menggapai bunga-bunga kehidupan dunia kendati harus menginjak-injak nilai-nilai dakwah itu sendiri dengan berbagai dalih serta tidak berorientasi ukhrawi, secara sunnatullah, pasti tersingkir dan berguguran. Kalaupun masih tetap muncul, kemunculannya bagaikan lalat-lalat yang sedang mengerubuti kotoran sampah, atau seperti pohon yang besar nan rimbun, namun sedang mengalami keropos dari dalam.

Sebab itu, hati-hatilah wahai para tokoh dan aktivis gerakan dakwah! Umat Islam sekarang ini sangat sensitif ketika melihat para tokoh dan aktivis Gerakan Dakwah tidak mampu menerapkan apa yang mereka serukan, apa lagi ketika mengetahui perilaku mereka tidak sesuai dengan teori dan nilai yang mereka usung. Atau dengan kata lain ketika mereka hanya diibaratkan seperti BETIS (beda tipis) dengan aktivis-aktivis pemburu dunia lainnya. Aktivitas politik praktis ternyata cukup efektif dalam menyeleksi mana emas murni dan mana yang palsu.

Ingat selalu! Allah menitik beratkan penilain-Nya terhadap aktivitas (mala saleh) kita yang didasari iman da ilmu. Allah amat murka kepada orang-orang yang hanya mampu bicara dan tidak mampu mengimplementasikan apa yang mereka bicarakan bahkan menyimpang dari apa yang dibicarakannya.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah! Beramallah kamu, niscaya Allah akan melihat amal kamu, dan juga Rasul-Nya beserta orang-orang beriman. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada Dzat yang Maha Mengetahui yang ghaib dan nyata. Maka (ketika itu) kamu akan diberitahukan apa yang kamu kerjakan (ketika di dunia)” (Q.S. Attaubah / 9 : 105).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (#) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu katakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar murka Allah bilamana kamu hanya bicara tentang apa yang kamu tidak kerjakan” (Q.S. Ash-shof / 61 : 2 & 3)

Grafik 1. A Peta Perjalanan Gerakan Dakwah