Pemilu Mesir: Saatnya Menguji Politik Ikhwan (4)

Jika sikap progresif Ikhwan terhadap pemerintah Mesir dipertanyakan, perlu diingat ini karena bahwa institusi ini bukan benar-benar sebuah partai politik; Ikhwan memiliki akar yang kuat sebagai gerakan keagamaan dan sosial, dan banyak orang dan tokoh bergabung dengan Ikhwan semata untuk menjadi Muslim yang lebih baik.

Bahkan Hamid mengakui bahwa dengan sedikitnya 300.000 anggota yang penuh dedikasi, sebuah "birokrasi besar," dan konstituen yang lebih konservatif dari kepemimpinannya, Ikhwan tidak boleh mengharapkan melakukan penyesuaian politik dengan cepat dan tergesa-gesa.

"Kami punya solidaritas, bukan individualitas," kata Arian.

Andrew Albertson, direktur eksekutif dari Proyek Demokrasi Timur Tengah, menengarai bahwa hal itu akan menjadi masalah jika perpecahan dalam struktur menjadi serius. "Tidak banyak pemimpin tingkat tinggi dimana semua orang menghormatinya," katanya. "Jika Anda tidak memiliki seseorang dimana semua orang menghormati, sulit untuk meredakan ketegangan dalam gerakan seperti ini."

Namun, mau tak mau harus segera diakui bahwa Ikhwan memang bergerak sebagai partai politik. Sebagian mengatakan langkah ini diambil untuk memastikan kelangsungan hidup Ikhwan, bahkan berkembang, berada di lingkungan yang sangat keras bagi elemen-elemen oposisi di Mesir untuk bertahan hidup. Sekitar dua juta orang Mesir memberikan suara mereka untuk kandidat Ikhwan di tahun 2005.

Meskipun kandidat Ikhwan hampir dipastikan mendapatkan kursi yang semakin sedikit atau bahkan lebih buruk, sama sekali tidak akan mendapatkannya tahun ini, dan struktur mungkin akan menjalani debat internal atas ideologi dalam guncangan pasca-pemilu, partisipasi dan representasi Ikhwan yang akan menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Ikhwan sendiri, selain juga menjadi legitimasi demokrasi.

"Kecuali ada yang keluar, akan sulit menunjukkan kelemahan dalam sistem pemilu," kata Albertson.

Sebaliknya, partai politik Ikhwan di Yordania—Front Aksi Islam (IAF)—memilih untuk tidak berpartisipasi di pemilihan parlemen tahun ini. Ikhwan di Yordania sudah memprediksikan bahwa pemilu akan berjalan dengan penuh kecurangan. Hamid mendukung boikot, tetapi Albertson mengatakan IAF mungkin akan menyesal tidak berpartisipasi dalam parlemen. Karena memboikot pemilu tidak akan mempengaruhi pandangan Ikhwan Yordania akan legitimasi mereka terhadap pemerintah atau yang lain.

Dengan memiliki kursi di parlemen, Ikhwan tahu bahwa anggotanya akan menikmati kekebalan dari tuntutan umum yang diberikan kepada pejabat terpilih dan akan bisa berpartisipasi dalam rapat-rapat pemerintah resmi dengan perwakilan dari AS, bahkan jika kontak tersebut tidak seharusnya untuk memasukkan pembahasan isu-isu spesifik Ikhwan.

Menurut Hamis, kadang-kadang, personil kedutaan AS bertemu di balik layar dengan anggota Ikhwan, dan tidak ada aturan yang mengatakan diplomat AS tidak dapat berbicara dengan Ikhwan ketika mereka kebetulan bertemu pada pertemuan internasional. Tapi apa pun diskusi Ikhwan dengan AS tampaknya tidak memiliki dampak apapun terhadap pemerintahan Obama.

Dalam pidato yang disampaikan di Kairo pada tahun 2009, Obama bersumpah mendukung demokrasi dan supremasi hukum, dengan kemasan "hak asasi manusia," tapi upayanya akan penyelesaian masalah-masalah seperti itu di Mesir telah basi.

Pemerintahan Bush malah dianggap lebih vokal sebelum pemilu tahun 2005 Mesir. Banyak yang percaya hal ini adalah awal yang memungkinkan Ikhwan untuk mendapatkan begitu banyak kursi dalam putaran pertama pemungutan suara. (sa/ikhwanweb/Aljazeera)

BERSAMBUNG