Hamas dan Tokoh-Tokoh Lembek Palestina

Ada dua hal yang paling menakutkan buat Israel. Pertama, Intifadhah. Kedua, Hamas. Keduanya berhubungan erat, namun nama yang terakhir merupakan mimpi buruk yang tak akan pernah berakhir sampai kapanpun Israel mencoba mengangkangi Palestina.

Perjuangan rakyat Palestina tak akan pernah lepas dari nama Hamas. Apa sebenarnya Hamas? Hamas, atau singkatan dari Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (:حركة المقاومة الاسلامية) , secara harfiah bisa diartikan sebagai "Gerakan Pertahanan Islam." Sejak berdiri pada tahun 1987, Hamas sudah mendeklarasikan sebagai sebuah gerakan dan partai politik Palestina berhaluan Islam untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan dan penjajahan Israel di Palestina.

Pada tahun 2006, partai ini memenangkan pemilu parlemen Palestina. Sejak awal Februari 2007, kelompok ini terlibat konflik dengan kelompok Fatah akibat kekalahan kelompok Fatah di pemilu parlemen 2006.

Tujuan pendirian Hamas sangat jelas dan tegas: "mengibarkan panji-panji Allah di setiap inci bumi Palestina". Dengan kata lain: melenyapkan bangsa Israel dari Palestina dan menggantinya dengan negara Islam. Sepanjang sejarah beridirinya, Hamas selalu dipimpin oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Sebut saja misalnya Abdul Aziz al-Rantissi (dokter spesialis anak), Abdul Fatah Dukhan dan Muhammad Shamaa (keduanya guru), Isa Nashar dan Abu Marzuq (insinyur mesin), Syekh Salah Silada (dosen), dan Ibrahim al-Yazuri (farmakolog).

Sejarah Berdirinya Hamas

Hamas didirikan sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap organisasi-organisasi perlawanan Palestina yang lebih dahulu dalam menghadapi Israel. Mereka dinilai lembek dan cenderung kompromistis. Fatah, misalnya, membuka dialog dengan Israel.

Peluncuran Hamas menemukan momentumnya dengan kebangkitan Intifadah I, yang bergolak di sepanjang Jalur Gaza. Anak-anak Palestina tak gentar melawan tentara Israel dengan batu-batu sekepalan tangan. Sejak itu, sayap-sayap militer Hamas beroperasi secara terbuka. Mereka meluncurkan sejumlah serangan balasan—termasuk bom syahid—ke kubu Israel.

Pada Agustus 1993, Yasser Arafat, presiden PLO, duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Deklarasi Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa "memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai". Hamas? Tidak sedetik pun menyetujui perjanjian ini.

Tujuan Hamas: Usir Israel dari Bumi Palestina

Israel AS, dan Uni Eropa menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris. Namun bagi rakyat Palestina, Hamas adalah kekuatan tempur yang sah membela Palestina dari pendudukan militer Israel yang brutal. Karena sangat membumi dengan akar rumput dan hidup-mati Palestina, tidak heran jika Hamas menjadi organisasi Islam terbesar Palestina.

Dalam perjalanannya, Hamas kemudian dibagi menjadi dua bidang utama operasi, yaitu: pertama, Program-program sosial seperti membangun sekolah, rumah sakit dan lembaga-lembaga keagamaan. Kedua: operasi militer yang dilakukan oleh Brigade Izzudin Al Qassam. Perjuangan Tak Kenal Henti

Meskipun berbagai operasi melawan Israel dan sekutu generiknya Yasser Arafat dengan PLO, Hamas merasa memiliki hak veto yang efektif atas proses dengan meluncurkan serangan bom syahid. Dalam hal ini melawan penjajah Israel memang dilakukan dengan berbagai cara.

Di kota-kota dan kamp-kamp pengungsi yang dikepung oleh tentara Israel, Hamas masih sempat mengorganisasi klinik dan sekolah-sekolah yang berfungsi sepenuhnya untuk rakyat Palestina. Ibarat kata, Israel mengakui dan menyebut Hamas sebagai “tak ada matinya.”

Setelah kematian Arafat pada tahun 2004, Otorita Palestina diambil alih oleh Mahmoud Abbas. Abbas berpandangan bahwa serangan roket Hamas sebagai sesuatu yang kontraproduktif, tetapi Abbas—sama seperti Arafat—tak pernah menyinggung sedikitpun serangan dan penindasan Israel yang brutal.

Ketika Hamas meraih kemenangan mutlak dalam pemilu legislatif Palestina pada tahun 2006, panggung politik yang sengit dengan Fatah, meletus.

Hamas menolak segala upaya perjanjian dengan Israel, dan tak akan pernah mengakui legitimasi Israel legitimasi dalam bentuk apapun. Termasuk konsep dan ide dua negara. Khaled Misyaal, ketua biro politik Hamas, mengatakan, “Mengakui ide dua negara berarti mengakui penjajahan Israel terhadap Palestina.”

Pembunuhan Terhadap Tokoh-Tokoh Hamas

Dalam dua dekade terakhir ini, tak ada satupun hal lain yang telah menjadi berita pembunuhan paling banyak daripada Hamas. Selama bertahun-tahun Hamas telah kehilangan banyak anggota karena pembunuhan yang dilakukan Israel.

Syekh Yassin tewas dalam serangan rudal pada 22 Maret 2004. Abdul Aziz al-Rantissi muncul sebagai pemimpin Hamas di Gaza sebelum dia juga dibunuh enam minggu kemudian pada tanggal 17 April. Yahya Ayyash, arsitek terbaik Palestina, dibunuh pada Desember 1995. Pejabat Hamas terkemuka lainnya dibunuh oleh Israel termasuk Ismail Abu Shanab, pada Agustus 2003, dan Izz al-Din pemimpin Brigade Qassam Salah Shehada, pada bulan Juli 2002.

Khaled Meshaal, yang kini berbasis di Suriah, menjadi pemimpin kelompok secara keseluruhan. Namun, tokoh-tokoh politik yang lebih moderat juga muncul sebagai pemain penting dalam gerakan Hamas. Salah satunya adalah Ismail Haniya, mantan asisten Sheikh Yassin, yang ditunjuk untuk sebuah "kepemimpinan kolektif" di wilayah-wilayah tertentu.

Mengikuti Pemilu, Menang dan Diboikot

Pada Januari 2006, Hamas melangkah ke arena politik formal. Secara mengejutkan, Hamas mendulang kemenangan—meraih 76 dari 132 kursi dalam pemilihan anggota parlemen Palestina. Hamas mengalahkan Fatah, partai berkuasa sebelum pemilu saat itu. Kabinet yang didominasi orang Hamas terbentuk.

Namun, akibatnya, dunia internasional—tanpa alasan yang jelas dan masuk akal—beramai-ramai menyatakan pemboikotan akan kemenangan Hamas tersebut. Toh Hamas sama sekali tidak peduli. Tanpa adanya parlemen atau apapun, perjuangan Hamas tetap satu dan tak pernah goyah: mengenyahkan penjajahan Israel di bumi Palestina.

Sekarang, Palestina terus dikepung dan dihabisi sampai titik darah terakhir. Kota-kota dan setiap jengkal bumi Palestina diambil, namun Hamas—seperti yang termaktub dalam cita-citanya: masih dan akan terus berdiri di tanah Palestina. (sa/bbc)