Ironi Keluarga Tambal Sulam

Sadis, itulah kata yang mampu menggambarkan tindakan pelaku pembunuhan mutilasi. Entah keberanian semacam apa yang mampu mendorong pelaku berbuat keji seperti itu. Setiap manusia yang dihadapkan pada fakta ini pasti akan sepakat dan berfikiran sama dalam memandang kasus ini. Bila kita melihat siapa korban dan siapa pelaku dari setiap kasus, maka kita akan menemukan bahwa korban dan pelaku saling mengenal, terlebih yang paling mencengangkan pembunuhan ini ternyata benar-benar terjadi di dalam sebuah keluarga. Sungguh ironis. Padahal keluarga adalah tempat dimana orang-orang terdekat kita berada, tempat kita dalam berbagi suka duka, tempat berlindung, dan memberikan keamanan dan pengayoman, namun pembunuhan ini justru malah mengubur itu semua. Misalnya pada tahun 2008 lalu seorang istri bernama Sri Sumiyarti tega memutilasi suaminya sendiri karena cemburu. Pada tahun 2012 seorang pria bernama Nelson Hutapea bahkan tega membantai dan memutilasi orang tuanya. Atau kasus mutilasi yang masih hangat yang terungkap pada bulan maret 2013 ini menimpa Sri Astuti. Sebelum dimutilasi korban mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Perasaan cinta dan sayang sedemikian cepat berubah menjadi benci. Debu emosi telah menutupi semua itu.

Tentu banyak motif yang menjadi alasan mengapa hal ini terjadi. Kebanyakan alasan dari kasus mutilasi yang dilakukan oleh seorang istri kepada suami ataupun sebaliknya yang terungkap dimedia-media adalah karena rasa cemburu, jadi sudah tidak ada lagi keharmonisan di dalam rumah tangga. Hal ini dipicu oleh pasangan yang selingkuh selain itu juga bisa disebabkan dari faktor ekonomi. Ketika sang istri selalu menuntut untuk dipenuhi segala kebutuhannya lalu suami tak mampu memenuhi akhirnya ribut, begitulah ironi keluarga tambal sulam. Besok rujuk, besok lusa ribut, pada akhirnya tak terbendung muncullah kekerasan dalam rumah tangga. Nah itulah bila konsep awal pernikahan dilandasi oleh harta. Pernikahan yang dilandasi hanya sebatas cinta dan rupa sematapun demikian. Karena perasaan cinta tentu akan mengalami kembang kempis, rupa wajah yang mempesona akan memudar seiring berjalannya waktu. Maka sudah sepatutnya ketika hendak membangun sebuah keluarga seharunya karena Allah dan untuk beribadah kepada Allah. Begitupun dalam hal memilih pasangan hidup.

Memilih pasangan hidup memang sangat penting. Berbekal agama itulah yang utama. Ketika posisi agama dikedepankan tentu hukum syara yang akan menjadi rujukan. Dan emosi akan mudah ditundukkan. Memilih seorang suami tidak boleh sembarangan, harus mampu mendidik istri untuk menuju keluarga yang sakinah mawadah dan wa rohmah. Memilih seorang istri juga demikian tidak boleh sembarangan. Seorang istri haruslah menyadari peran dirinya untuk taat kepada suami secara mutlak dan perannya sebagai pendidik dan pencetak generasi. Karena tugas bagi wanita adalah sebagai ummu wa robatul bayt.

Selain itu, berbicara persoalan keluarga, tentu kita akan berbicara tentang masyarakat. Karena keluarga berada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Apabila kita dudukkan pada suatu kondisi saat ini, kita berada didalam masyarakat jahiliyah dengan sistem yang bernama demokrasi. Mengapa jahiliyah? masyarakat saat ini mereka tidak menerapkan Islam, tidak diatur berdasarkan akidah Islam, tidak menerapkan sistem dan syariahnya, serta akhlak dan prilakunya. Sehingga wajar saja kasus pembunuhan ditambah memutilasi korban terus saja terjadi apalagi terjadi didalam sebuah keluarga. Karena hukum yang dijatuhkan bagi para pelaku tidak membuat jera dan memang tidak akan membuat jera. Selain itu kontrol dari masyarakat dalam rangka ‘amar ma’ruf nahyi mungkar pun tak ada. Jadi tak akan ada yang mencegah seseorang ketika melanggar hukum syara. Masyarakat saat ini cenderung individualis. Padahal ketika lingkungan tersebut baik dan terkondisikan secara sistem, otomatis pelaku tersebut tidak akan berani melakukan hal sadis seperti itu. Dan apabila Islam dijadikan sebuah sistem aturan negara, maka negara akan menjamin keberlangsungan kehidupan yang layak bagi rakyatnya, dari sisi ekonomi misalnya. Apabila sistem ekonominya menggunakan sistem ekonomi Islam sudah terbayang bagaimana Islam akan mampu mensejahterakan, selain itu dari sudut pandang peradilan dan sanksinyapun jelas. Betapa indahnya diatur dalam aturan Islam, ketakwaan individu tercipta dan kehidupan harmonis dalam keluarga bukan lagi mustahil ditambah kehidupan bermasyarakat yang saling mendukung satu sama lainnya.

Yasyirah

e-mail      : [email protected]

Jl. Angsana 6 Blok C 17 No 3, Bukit Asri Ciomas Bogor

Mahasiswi Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut  Pertanian Bogor, Semester 8