Ini Perbedaan Dharibah dan Pajak Dalam Islam

Berdasarkan definisi itu, Gusfahmi menyimpulkan ada lima unsur dalam dharibah. Pertama, dharibah itu diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam. Kedua, objeknya adalah harta benda. Ketiga, pelakunya terbatas orang-orang Muslim yang kaya. Keempat, tujuannya untuk membiayai keperluan umat Muslim saja. Dan kelima, diberlakukan dalam kondisi darurat.

Definisi Zallum itu juga menarik perhatian Gusfahmi untuk mengupasnya lebih dalam. Katanya, berdasarkan penjelasan Zallum itu, dharibah bersifat kondisional. Seorang penguasa baru boleh menarik dharibah ketika baitul mal mengalami kekosongan uang. Dan setelah uang di baitul mal sudah banyak maka dharibah kembali tidak diberlakukan.

Di samping itu, dharibah hanya diberlakukan bagi umat Muslim dan digunakan untuk kepentingan umat Muslim, sebagai wujud jihad mereka untuk mencegah datangnya bahaya yang lebih besar jika baitul mal kosong.

Atas dasar itulah, konsep dharibah punya perbedaan dengan konsep pajak modern. Jika dharibah bersifat kondisional, pajak berlaku secara berkelanjutan. Di samping itu, dharibah hanya dipungut dari orang-orang Islam yang kaya sedangkan pajak diambil dari siapa saja tanpa membedakan agama.

Perbedaan lainnya, dharibah hanya dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat Islam, tetapi pajak digunakan untuk kepentingan umum. Dan, dharibah hanya dipungut untuk memenuhi target yang telah ditentukan, dan setelah itu dharibah dihapuskan. Sedangkan, pajak tidak mungkin dihapuskan.

Sumber : Islam Digest