Israel Picu Perang Baru di Timur Tengah

Eramuslim.com – Serangan ini tidak diprovokasi dan belum pernah terjadi sebelumnya, jauh lebih besar dibandingkan serangan singkat tahun lalu. Ini adalah sebuah deklarasi perang.

Israel menyerang fasilitas nuklir, situs militer, dan wilayah permukiman di Teheran, menewaskan 4 pejabat militer senior dan 6 ilmuwan nuklir.
Lebih dari 50 orang terluka sejauh ini, termasuk 35 wanita dan anak-anak.
Israel menyatakan bahwa mereka memperkirakan perang akan berlangsung setidaknya 2 minggu.

Media Barat menggambarkan serangan ini sebagai “serangan pre-emptive” untuk membungkus agresi ilegal ini dalam citra yang dapat diterima hukum internasional.
Di bawah Piagam PBB, Iran memiliki hak untuk membela diri dengan merespons serangan bersenjata Israel yang tidak diprovokasi. Iran secara hukum dan moral berhak untuk menyerang balik kekuatan imperialis yang telah lama meneror mereka.

Israel bukan korban. Gambar-gambar dari Tel Aviv adalah konsekuensi dari tindakannya sendiri. Impunity (kekebalan hukum) Israel harus diakhiri.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyangkal keterlibatan AS dalam serangan itu, namun mengonfirmasi bahwa AS memberikan intelijen “luar biasa” kepada Israel dan menyatakan akan membela Israel jika diperlukan. Sudah jelas bahwa AS berkoordinasi erat dengan Israel. Trump menyebut serangan terhadap Iran sebagai “luar biasa,” sambil mengancam: “Masih ada waktu untuk menghentikan pembantaian ini. Iran harus membuat kesepakatan, sebelum tak ada apa-apa yang tersisa.”

Pejabat Israel mengonfirmasi bahwa serangan ini dilakukan dengan lampu hijau dari AS.
Rezim apartheid Israel tidak akan bisa mengancam begitu banyak negara tanpa dukungan militer, finansial, dan politik besar-besaran dari AS. Israel memiliki senjata nuklir ilegal, namun menolak mengungkap informasi apa pun dan menolak pengawasan internasional.

Ekskalasi ini menjadi yang terbaru dalam rangkaian panjang agresi militer Israel. Dalam dua tahun terakhir, Israel telah menyerang lima negara: Palestina, Lebanon, Suriah, Yaman, dan kini Iran, kemudian meluas ke negara regional lain seperti Yordania, Mesir, dan Turki, hal ini mengganggu jalur perdagangan global dan telah menyeret militer dari negara-negara seperti: AS, Inggris, Prancis, Italia, Jerman, Belanda, Norwegia, Spanyol, Kanada, Bahrain, India, Seychelles, Denmark, Rusia, China, dan lainnya.

Israel telah membunuh 263 staf PBB — lebih banyak dari siapa pun dalam sejarah. Pejabat dan pelobi Israel secara aktif mendukung pemerintah Barat untuk membungkam protes rakyatnya sendiri. Semua ini terjadi hanya dalam 21 bulan terakhir.

Tokoh konservatif seperti Tucker Carlson dan Marjorie Taylor Greene menyatakan bahwa perang dengan Iran bertentangan dengan prinsip “America First.” Konflik dengan Iran bisa semakin menegaskan bahwa kepentingan AS dan Israel tidak selaras, yang dapat membahayakan hubungan mereka.

Dalam 3 hari terakhir, Israel telah membantai lebih dari 226 warga Palestina saat Gaza berada dalam pemadaman komunikasi total, dan kemarin Israel mengebom fasilitas fiber optik terakhir di Gaza — ingat ini saat ada yang menyebut Israel sebagai korban.

Sementara itu, di Tepi Barat Israel memblokir semua pergerakan antar kota, memberlakukan pengepungan total. Israel juga mengusir para jemaah dari Masjid al-Aqsa dan melarang masuk tanpa batas waktu.

“Faktor terbesar dalam penentuan waktu serangan ke Iran adalah untuk mengalihkan perhatian global dari apa yang dilakukan Israel di Gaza.” — Ori Goldberg, komentator politik Israel.

Jangan tertipu propaganda.
Ingat perang Irak. Ingat kebohongan tentang “senjata pemusnah massal”.
Ingat 1 juta warga Irak yang terbunuh. Ingat bahwa Israel-lah yang melobi AS untuk menginvasi Irak.

Israel dan pejabat AS telah menakut-nakuti dunia dengan Iran selama puluhan tahun, membangun narasi palsu demi melegitimasi perang dan kekerasan terhadap orang Iran dan Arab.


New York Times 
hari ini hanya menyebut serangan terhadap “program nuklir Iran” dan tidak menyebut serangan ke kawasan sipil serta 50+ korban sipil. Pemberitaan ini mereduksi tragedi menjadi narasi teknokratis — dan itulah cara propaganda bekerja.

Di tahun-tahun terakhir rezim apartheid Afrika Selatan, mereka:

  • Menginvasi Angola dan mencoba menggulingkan pemerintahnya.

  • Menginvasi dan menduduki Namibia, mencoba membentuk pemerintahan boneka.

  • Menyerang dan mengguncang Botswana, Zimbabwe, dan Zambia — hanya karena negara-negara ini mendukung ANC, gerakan perlawanan anti-apartheid.

Meski penuh kekuatan militer, rezim itu akhirnya gagal, dan runtuh beberapa tahun kemudian. Kini, kita menyaksikan negara apartheid lain melancarkan serangan untuk menghancurkan dukungan terhadap gerakan pembebasan, ingat: semuanya kembali ke Palestina. 

Jangan kehilangan harapan. Kalau kamu merasa kewalahan, itu manusiawi.

“It is no measure of health to be well adjusted to a profoundly sick society.” – Jiddu Krishnamurti

Sumber: Let’s talk Palestine dan The New York Times

Beri Komentar