Kisah Cinta Penuh Haru Aktivis Ikhwan Mesir

Begitulah cinta sejati. Selayak itulah cinta atas nama iman. Sedemikian itulah kasih yang suci, dan sejati.

Ia tak pernah mengekang. Ia mustahil memaksa. Ia tak mungkin melanggar syariat. Meski perasaan tercabik, iman tetap harus di atas cinta. Apa pun alasannya.

Akan tetapi, si Muslimah yang menemukan keteladanan dan jiwa kepemimpinan di dalam diri laki-laki yang meminangnya ini tak menggubris. Ia bersikukuh. Ia tetap dalam pendiriannya. Meski menanti tak tentu waktu menjadi satu-satunya pilihan setelah istiqamah dalam iman.

Ya. Muslimah itu menunggu lelaki calon imamnya. Bukan waktu yang sebentar. Wanita itu, lelaki itu, menunggu selama sembilan belas tahun alias 228 bulan.

Si laki-laki pejuang bernama Kamal As-Sananiri itu ditangkap pada tahun 1954 dan baru dibebaskan pada tahun 1973. Pada tahun pembebasan itu pula, As-Sananiri lekas menikahi Aminah binti Quthb Ibrahim. Saat dinikahi, wanita pejuang yang merupakan adik kandung Sayyiq Quthb ini sudah berumur lebih dari 50 tahun.

Meski cinta halal nan suci keduanya tak lama, karena As-Sananiri kembali diciduk oleh rezim zhalim Mesir pada tahun 1981 dan ruhnya menghadap Allah Ta’ala di tahun yang sama, kisah cinta keduanya abadi dalam tinta emas sejarah.

Dan nafas cinta itu tetap harum, justru setelah As-Sananiri menghadap Allah Ta’ala pada 8 November 1981, insya Allah sebagai syuhada’. Sedangkan Aminah binti Quthb Ibrahim akan terus dikenal oleh umat Islam sebagai wanita pemberani dan pejuang yang produktif menuliskan karya. (kl.kh)