Afrika : Tambang Baru Jihad Global

(International Research Islamic Study) – Kami akan terus mencegah teroris dari upaya mengeksploitasi wilayah bertuan maupun tak bertuan sebagai tempat perlindungan—mengamankan wilayah yang membuat musuh kami  mampu merencanakan, mengatur, melatih, dan menyiapkan operasi mereka. Dan pada akhirnya, kami akan menghapus sama sekali tempat perlindungan tersebut.”

Itulah sumpah yang dilontarkan AS sebagaimana termuat dalam Strategi Nasional dalam Memerangi Terorisme tahun 2006. Dan sumpah itu dibuktikan dimulai dengan serangan ke Somalia pada awal tahun 2007 dengan tujuan memusnahkan benih jihad yang bersemi di sana. Mereka khawatir Somalia menjadi safe haven baru bagi Al Qaeda dan kelompok jihad lain yang nantinya akan mengancam Barat dan kepentingannya. Prediksi mereka, Al Qaeda akan memindahkan jihadnya ke Afrika.

Dan kekhawatiran itu kini mulai terbukti. Bahkan tidak sekadar memindahkan, tapi, menurut salah seorang pajabat AS, justru melakukan ekspansi. Kawasan AfPak (Afganistan-Pakistan) belum tuntas, kini muncul ladang baru di Yaman, Suriah, dan yang paling aktual, Mali dan kawasan Afrika Utara lainnya. Boko Haram mendeklarasikan diri di Nigeria, Aljazair geger dengan peristiwa penyanderaan ekspatriat asing, dan Mali pun berpotensi menjadi Afganistan baru di kawasan Afrika—sebuah tempat perlindungan yang memungkinkan Al Qaeda dan kelompok jihad lainnya untuk berlatih dan menyiapkan serangan.

Para pejabat AS menilai situasi di Mali sebagai “tong mesiu” yang bisa menimbulkan kegoncangan di wilayah sekitar dan membahayakan kepentingan Barat.

Menanggapi pertempuran berikutnya di Afrika, Perdana Menteri Inggris, David Cameron pun memberikan istilah baru dalam perang melawan Islam di Afrika, generational struggle atau perjuangan generasi.

“Bersama kawan kita di wilayah tersebut, kita kini berada di tengah sebuah perjuangan generasi melawan ideologi Islam yang telah terdistorsi secara ekstrim… Kita harus menghadang ideologi beracun ini di dalam dan luar negeri dan menghambat usaha ideologi ini untuk memecah dunia ke dalam benturan peradaban.”

“Empat tahun lalu, ancaman utama ekstrimis Islam berasal dari kawasan Pakistan dan Afganistan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi skala ancaman tersebut. Namun, kini cabang Al Qaeda telah tumbuh di Yaman, Somalia, dan wilayah Afrika Utara. Wilayah tersebut kini tidak lagi terancam oleh teroris, namun justru menjadi magnet yang akan menarik para jihadis dari berbagai negara untuk berbagi ideologi tersebut.”

Para pimpinan Al Qaeda sendiri sudah lama merencanakan untuk membuka ladang jihad di Afrika. Pada bulan Juni 2006, dalam majalah Sada Al-Jihad, seorang penulis yang menamakan dirinya Azzam Al-Anshari menulis sebuah artikel berjudul “Al-Qaeda Bergerak Menuju Afrika”. Dalam artikel tersebut, ia menegaskan tentang nilai strategis Afrika, sebagai tambang emas yang belum banyak dieksplorasi bagi jihad global.

“Tidak diragukan lagi bahwa Al Qaeda dan para mujahidin mengapresiasi nilai penting Afrika bagi kampanye militer melawan pasukan Salib. Banyak pihak merasa bahwa benua ini belum menemukan peran yang tepat sebagaimana yang diharapkan. Dan tahap berikutnya dari konflik ini akan menjadikan Afrika sebagai ladang pertempuran berikutnya… Afrika adalah tanah yang subur bagi pertumbuhan jihad dan mujahidin.”

Anshari menjelaskan beberapa faktor yang membuat Afrika begitu menarik bagi perjuangan Islam berikutnya, diantaranya: meningkatnya kekuatan Islam di benua hitam tersebut, mudahnya pergerakan antar negara dan di dalam negara yang pemerintahannya cenderung lemah, lemahnya kekuatan militer dan pasukan keamanan lokal, kemiskinan yang umum terjadi di sana yang memungkinkan mujahidin untuk memberikan bantuan finansial dan kesejahteraan—satu hal yang nantinya akan memudahkan dalam menempatkan operator penting di sana, dan satu hal lagi yang sangat penting adalah jarak antara Eropa dan Afrika Utara yang memudahkan untuk melancarkan serangan ke jantung Barat di Eropa. Selat Gibraltar, yang memisahkan Maroko dan Spanyol hanya membentang seluas 13 km. Namun, yang lebih penting juga dari jarak geografis adalah akses ke Eropa yang disediakan oleh para simpatisan Islam yang berasal dari imigran Afrika Utara di Eropa Barat. Posisi yang lebih kuat di Afrika akan memberikan Al Qaeda basis yang kuat untuk melakukan ekspansi lebih jauh lagi, termasuk ke Israel.