Akhir Hayat Sang Teknokrat

Berturut-turut pada 1960 dan 1962, Habibie senantiasa cemerlang melahap ilmu-ilmu yang digalinya dan berbuah gelar Diplom-Ingenieur hingga Ingenieur. Ia satu-satunya mahasiswa Indonesia yang kuliah dengan ongkos sendiri, bukan beasiswa negara sebagaimana sejumlah kompatriotnya kala itu.

Sembari menyelesaikan studi doktoralnya, ia menyibukkan diri jadi tangan kanan Hans Ebner, teknokrat di Lehrstuhl und Institut für Leichtbau, dan bekerja paruh waktu dengan menjadi penasihat di manufaktur keretaapi Waggonfabrik Talbot. Gelar Doktoringenieur akhirnya diperoleh Habibie pada 1965.

Pulang ke Tanah Air

Selagi ia meneruskan karier di pabrik pesawat Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) di Hamburg, pada 1973 sebuah panggilan pulang mendatangi Habibie. Kakak ipar Habibie, Brigjen Subono Mantofani, menyampaikan kabar yang datangnya dari Presiden Soeharto itu. Soeharto yang mendengar kecemerlangan Habibie di Jerman sampai menduduki posisi Wakil Presiden Direktur Teknik MBB, ingin memanfaatkan pikirannya untuk ikut membangun negeri.

Dua malam setelah tiba di Indonesia pada 26 Januari 1974, Hibibie menghadap Soeharto di Jalan Cendana. Soeharto memintanya membantu pembangunan industri. Habibie menyanggupinya. Habibie pun bertanggungjawab membangun industri pesawat di Industri Pesawat Terbang Nusantara/IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia/PT DI).

Ia memulainya dengan membuat sebuah rancangan pesawat, meski harus mencari mitra asing. “Habibie akhirnya mendapat mitra yang diinginkannya, yaitu CASA Spanyol yang setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar Twin-turboprop,” kata Makmur.

Pesawat N250 “Gatotkoco” buatan IPTN, salah satu mahakarya BJ Habibie (Foto: Wikipedia)

Puncak kiprah Habibie adalah produksi pesawat N-250, yang lahir saat Habibie memimpin IPTN merangkap sebagai menteri riset dan teknologi. Habibie menamainya “Gatotkoco”. Ia memperlihatkan “mahakaryanya” itu ke hadapan Presiden Soeharto pada 10 Agustus 1995.

Pesawat itu lepas landas dengan sempurna dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung, berputar di udara Jawa Barat, Laut Jawa, dan kembali ke Lanud Husein. Rombongan, termasuk Soeharto, menampakkan wajah haru dan kagum. “Saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada IPTN. Mudah-mudahan akan jadi kebanggaan Indonesia dan juga negara-negara berkembang lainnya yang senasib dengan Indonesia,” tutur Soeharto dikutip Media Indonesia, 11 Agustus 1995.

Lingkaran Politik

Hingga 1998, Habibie dipercaya Soeharto sebagai wakilnya di Kabinet Pembangunan VII. Namun di tahun itu prahara politik pecah dan melengserkan Soeharto. Otomatis Habibie menggantikan posisi Soeharto, memimpin Indonesia ke era baru: Reformasi.

Habibie harus menakhodai negeri dalam kondisi sulit di masa transisi itu. Tuntutan kemerdekaan Timor Timur merupakan salah satu yang terpelik. Habibie akhirnya membuat sejarah dengan mengeluarkan opsi referendum yang berbuah kemerdekaan Timor Timur.

Belum lagi kritik soal Timor Timur reda, konfik internal Partai Golkar pada 1999 menambah berat jalan yang harus dilalui Habibie. Mengutip Rully Chairul Azwar dalam Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era, muncul perpecahan Golkar kubu Habibie dan Akbar Tandjung. Hasilnya, laporan pertanggungjawaban Habibie di Sidang Umum MPR ditolak dan membuat Habibie harus mundur dari pencalonan presiden kendati sebelumnya sudah resmi dicalonkan.