Catatan Haji Eramuslim 1428 H: Perpisahan Itu…

Airmata seringkali mengiringi sebuah perpisahan. Hanya saja Kami tidak tahu, apakah kali ini airmata yang mengembang membasahi mata adalah cerminan kesedihan atau kebahagiaan. Kami jelas sedih harus meninggalkan orang-orang yang tersayang. Namun Kami juga gembira karena sebentar lagi—insya Allah—akan bergabung dengan jutaan tamu Allah dalam suatu jamuan suci yang lebih kita kenal dengan istilah Ibadah Haji.

Bagi siapa pun yang pernah mengalami perpisahan ini, akan bisa merasakan hal yang sama dengan perasaan Kami. Betapa haru Kami harus meninggalkan anak-anak yang masih kecil, betapa sedih Kami akan meninggalkan isteri yang dicinta, betapa remuk-redam Kami harus berpisah dengan para orangtua di mana Kami merasa belum cukup berkhidmat melayani mereka.

“Ya Allah, janganlah Kau jadikan hari ini sebagai pertemuan terakhir Kami dengan orang-orang yang Kami kasihi… Masih banyak hak-hak mereka yang belum dapat Kami penuhi…”

Di hari itu, mata Kami yang memerah menatap lekat-lekat satu dengan lainnya. Seolah ini merupakan pertemuan terakhir sebelum pertemuan abadi nanti di Padang Masyar. Walau ibadah haji tidaklah lama, namun Kami tidak bisa menduga apakah Kami akan pulang dengan selamat ke tanah air, atau malah Kami akan pulang ke haribaan Allah SWT. Sudah banyak kisah betapa perpisahan haji di tanah air menjadi perpisahan terakhir bagi sanak-keluarga. Ibadah fisik yang tidak mustahil harus dibayar dengan jiwa. Kami menyadari. Kami memasrahkan segalanya pada Allah SWT. Walau begitu Kami tetap berdoa, “Jangan…jangan sekarang ya Allah…”

Bukan kali ini saja sebenarnya Kami meninggalkan keluarga dan orang-orang yang Kami cintai untuk beberapa waktu. Bahkan seringkali Kami bepergian ke tempat yang lebih jauh dan lama waktunya ketimbang Jakarta-Makkah. Namun kali ini sungguh-sungguh terasa berbeda. Hati Kami begitu damai, begitu syahdu dan haru. Kami merasakan betapa bumi Allah ini, langit dan awan-Nya, serta pasukan angin dan udara turut mengiringi kepergian kami menuju Baitullah.

Perpisahan ini bagai perpisahan terakhir. Orang-orang yang tercinta melepas Kami bagaikan melepas para mujahid Allah yang siap syahid dalam membela agama-Nya. Walau demikian masih sempat Kami lihat pada mata bening anak-anak dan isteri Kami satu pesan: ”Abi… Kami mendoakanmu selalu. Kembalilah nanti pada Kami dengan selamat… Mudah-mudahan Engkau menjadi haji yang mabrur, yang memperoleh berkah dan ganjarannya di sisi Allah SWT. Amien.

Begitulah nuansa perpisahan ini. Kami telah ikhlas Ya Allah. Mereka pun telah ikhlas Ya Allah. Inilah ujian terberat bagi Kami, meninggalkan orang-orang yang Kami cintai, tuk menggapai cinta-Mu yang lebih besar dan abadi…

Sembari berjalan bibir kami terus basah dengan dzikir. Kepala Kami tertunduk menekuri tanah air yang kian lama kian jauh. Airmata Kami menitik jatuh satu persatu. “Ya Allah, izinkanlah hamba Mu ini untuk bisa menikmati wajah-Mu kelak di akherat. Bukalah surga-Mu buat Kami… Berilah harum surga-Mu saat nyawa Kami Engkau ambil kembali, Ya Allah… Jadikan Kami sebagai bagian dari orang-orang yang senantiasa menjaga tegaknya agama-Mu, amin ya robbal alamin…’(m)