Era Jokowi: Oligarki Kian Mencengkeram dan Demokrasi Makin Semu (Bag.1)

Eramuslim.com – Joko Widodo adalah sosok yang patuh kepada ibunya. Jika ibunya, Sujiatmi Notomihardjo, bilang tidak, Jokowi akan menurutinya. Ketiga saudaranya juga demikian. Maka ketika Jokowi berniat maju sebagai Wali Kota Solo pada 2005, ia juga mendatangi sang ibu untuk menyatakan keinginan besarnya itu.

“Saya sudah siap mengabdi, Bu,” kata Jokowi seperti dicatat dalam Saya Sujiatmi, Ibunda Jokowi (2014) yang ditulis Fransisca Ria Susanti & Kristin Samah.

Tapi Sujiatmi tak pernah membayangkan anaknya akan menjadi wali kota, apalagi presiden. Justru kakek Jokowi, Wirorejo, yang pernah “meramal” bahwa cucunya akan menjadi tumpuan keluarga.

“Bocah berkepala besar itu pasti jadi orang,” kata Wirorejo sebagaimana diingat Sujiatmi saat Jokowi berusia 4 tahun.

“Ramalan” Wirorejo seperti terbukti puluhan tahun kemudian. Jokowi saat ini bukan hanya jadi tumpuan keluarga. Dia sudah menjelma sebagai tumpuan seluruh masyarakat Indonesia.

Tapi, “jadi orang” seperti apakah Jokowi setelah ucapan kakeknya 55 tahun silam?

***

“Lima tahun ke depan, mohon maaf, saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalon lagi. Jadi apa pun yang terbaik untuk negara akan saya lakukan,” kata Joko Widodo dalam kampanye jelang Pemilihan Presiden 2019.

Frasa “tanpa beban” ini menjadi andalan Jokowi untuk meyakinkan rakyat bahwa ia bisa melawan desakan para elite politik dan menjalankan administrasi yang bekerja maksimal bagi kepentingan masyarakat.

Janji itu sebenarnya bukan kali pertama. Lima tahun sebelumnya, pada debat capres-cawapres 2014, satu pertanyaan penting yang diungkap publik kepada pasangan Jokowi-Jusuf Kalla adalah bagaimana pemimpin negara bebas dari tuntutan partai dan menghindari perilaku koruptif?

 

Jawaban Jokowi:

“Sejak awal sudah kami sampaikan bahwa kami ingin membangun sebuah koalisi, sebuah kerja sama yang ramping. Tidak usah banyak parpol yang bergabung, tidak apa-apa. Tapi yang paling penting adalah bahwa nantinya dalam bekerja kami ingin mengedepankan kepentingan rakyat terlebih dahulu. Bukan membagi-bagi menteri di depan, bukan membagi-bagi kursi di depan, bukan membagi-bagi kue di depan, tapi yang paling penting adalah sejak awal kita sampaikan koalisi kita adalah kerja sama ramping. Ini untuk menghindari agar nantinya yang terjadi tidak hanya bagi-bagi kursi.”