Kisah Pembatalan Hasil Pilpres di Empat Negara

Berikut kisah pembatalan pilpres di negara-negara tersebut:

 

Kenya

Mahkamah Agung (MA) Kenya memutuskan untuk membatalkan hasil pemilu pada 1 September 2017. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, MA Kenya memastikan adanya kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.

Hasilnya, kemenangan Presiden petahana Uhuru Kenyatta dinyatakan gugur. MA memerintahkan KPU setempat melakukan pemungutan suara ulang selambat-lambatnya 60 hari setelah keputusan diketok.

Dilansir Reuters, putusan tersebut dibacakan David Maranga setelah Majelis Hakim MA Kenya menetapkan putusan melalui mekanisme voting. Empat dari enam orang hakim menyatakan bahwa pemilu tersebut penuh dengan kecurangan.

Sebelumnya, Kenyatta meraup suara sebanyak 54,2 %. Sang petahana mengalahkan penantangnya, Raila Odinga, yang mendapatkan 44,7 % suara. Sementara 1,1 persen sisanya dinyatakan tidak sah. Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa bahwa sebesar apa pun selisih suara akan gugur apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan konstitusi.

Salah satu bentuk kecurangan yang terbukti ada di wilayah barat serta pesisir pantai Kenya. Kala hari pemungutan suara tiba, pemerintah pusat terbukti mematikan aliran listrik di wilayah tersebut. Wilayah yang dimatikan listriknya itu merupakan basis pendukung Odinga.

Pemilu ulang lalu dilaksanakan pada 26 Oktober 2017. Hasilnya pun tak jauh berbeda, lagi-lagi Kenyatta menang dan kembali menjadi presiden.

Austria

Pada 1 Juli 2016, Mahkamah Konstitusi (MK) Austria membatalkan terpilihnya Alexander Van der Bellen sebagai presiden. Keputusan tersebut diambil lantaran Alexander terbukti melakukan kecurangan.

Awalnya, Pilpres di Austria diikuti dua kandidat yaitu Alexander Van der Bellen versus Norbert Hofer. Dalam pemilu yang dilaksanakan pada 22 Mei 2016, Van der Bellen mengalahkan Hofer dengan selisih hanya 0,6 persen.

Menurut MK, kecurangan yang dilakukan Alexander erat kaitannya dengan pengiriman surat suara melalui pos. Dalam amar putusannya, MK menilai bahwa penggunaan metode pengiriman surat suara melalui pos memiliki risiko manipulasi yang cukup tinggi.

Lebih jauh lagi, distribusi surat suara ternyata dilakukan oleh orang-orang Alexander, bukan KPU. MK bahkan memiliki bukti bahwa pengiriman surat suara tak diawasi KPU. Atas dasar itulah, MK memutuskan agar KPU melaksanakan pemilu ulang.

Pada Pemilu ulang yang diselenggarakan pada 4 Desember 2016, Alexander rupanya kembali menang. Hasil penghitungan suara menunjukkan bahwa Alexander memperoleh 53,8 persen, sedangkan Hofer meraih 46,2 persen.

Maladewa

Mahkamah Agung (MA) Maladewa membatalkan hasil pemilu pada 28 September 2013. Alasannya ada sejumlah pelanggaran yang terjadi kala pemilu dilaksanakan pada 7 September 2013.

Pada mulanya, ada empat kandidat yang mengikuti kontestasi pemilu. Namun, tak satu pun kandidat yang meraup suara lebih dari 50 persen. Akhirnya, KPU berencana untuk menggelar putaran kedua yang diikuti kandidat dengan suara terbanyak, yaitu Abdulla Yameen dan Mohammed Nasheed (petahana).