Kitab Syiah Kuala: Tahun 2019 Kekuatan Kuning dan Merah Tumbang…

Ulasan Penafsir

Jika kita perhatikan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, terutama sejak dideklarasikannya Kerajaan Islam Demak pada tahun 1487 M oleh para WALISONGO sebagai kelanjutan Kerajaan Majapahit dengan mengangkat Raden Fatah sebagi Sayyidin Khalifah Panatagama. Dan selanjutnya di Sumatera dideklarasikan Kerajaan Bandar Aceh Darussalam pada tahun 1515 M atau setelah dikuasainya Malaka oleh Penjajah Portugis, maka jelaslah wilayah Kesultanan Islam Nusantara telah terbentuk sebagai sebuah konfederasi para Sultan yang berhubungan erat dengan Khilafah Islamiyah di Turki. Kesultanan Islam Nusantara dari Bandar Aceh di Barat sampai dengan Bandar Maluku di Ambon adalah satu kesatuan kekuasaan Islam. Dimana orang Arab, Persia, India maupun Turki mengenalnya dengan Kesultanan ACEH Darussalam sebagai pusatnya. Dan Aceh juga dikenal sebagai Serambi Mekkah Nusantara karena peran sentralnya dalam penyebaran dan pengembangan Islam serta banyak membantu kemakmuran Mekkah. Salah satu bukti nyata peranan Aceh adalah banyaknya peninggalan waqaf Aceh di Mekkah, salah satunya adalah Waqaf Habib Bugak Aceh.

Sejak terbentuknya Kesultanan Aceh telah banyak terjadi peristiwa, sebagaimana disebutkan oleh Tengku Syiah Kuala dalam Kitab Mandiyatul Badiyah di atas. Peristiwa bencana besar pada tahun 1260 H dihubungkan dengan peristiwa bencana alam seperti genpa dan tsunami. Selanjutnya pada tahun 1873 dimulai perang dengan penjajah Belanda serta kemasukan penjajah Jepang dalam waktu singkat yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Namun bencana perang saudara masih dialami oleh masyarakat Aceh dalam peristiwa Revolusi Sosial maupun Pemberontakan DI-TII dilanjutkan dengan GAM dan bencana tsunami tahun 2004.

Maka sejak tahun 2005 masyarakat Aceh mulai menjalankan kehidupan normal dan otonomi khusus setelah diadakannya perjanjian damai antara GAM dan Pemerintah RI. Perdamaian ternyata belum dapat membawa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Dan di bawah kekuasaan KUNING dan MERAH negara bangsa yang telah bersepakat ini mulai terancam kedaulatan dan masa depannya. Itulah yang disebutkan sebagaimana dalam poin 6, 7 dan 8 di atas.

Kini kita sedang memasuki era yang disebut dalam poin ke 9. Perjuangan untuk mengalahkan KUNING dan MERAH sebagai jalan untuk kemenangan umat Islam. Dan sejak orde baru rezim KUNING (Golkar) berkuasa dan di alam reformasi muncul MERAH (PDIP) yang berkoalisi melahirkan pemerintahan yang ditengerai disponsori oleh KUNING (Cina) yang MERAH (Komunis). Maka Umat Islam harus mengalahkan Kuning dan Merah jika ingin menegakkan Islam di Indonesia.

Menurut firasat Syiah Kuala dalam kitabnya tersebut, akan terjadi huru hara dahsyat sebagaimana disebut dalam poin 9, persis sebagaimana disebutkan dalam Jongko Joyoboyo dengan bahasa akan adanya goro-goro atau kerusuhan masal rakyat.

Tentu sebagai bangsa yang demokratis, kita tidak menghendaki adanya huru hara dahsyat tersebut, namun jika demikian sudah digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa sebagai jalan kebebasan dan kemakmuran, maka bangsa Indonesia harus siap siaga menempuhnya, sebagaimana dahulu para pahlawan agung bangsa merebut kemerdekaan dengan pengorbanan darah dan harta.

Pada poin ke 10 disebutkan pada tahun 1440 (2019) perjuangan akan melahirkan pemimpin besar dan pemimpin adil yang akan membimbing bangsa menuju kemakmuran sejati. Pemimpin ini akan diuji dengan kemampuannya untuk mengalahkan Kuning-Merah dalam setiap lini perjuangannya. Pemimpin sejati ini tidak akan lahir dari sistem atau golongan Kuning-Merah dan antek-anteknya. Namun dia dengan golongannya akan berperang melawan Kuning-Merah sampai mendapatkan kemenangan sejati yang akan mengantarkan Indonesia Raya menuju Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Penutup

Tentang ramalan ataupun firasat Tengku Syiah Kuala di atas, kebenarannya sebagian telah dibuktikan oleh sejarah. Selanjutnya kita serahkan kepada Allah Yang Maha Tahu.

Sebagai Muslim kita mesti yakin pada janji Allah. Hal ini sesuai dengan beberapa firmah Allah yang menyatakan bahwa bumi ini pada akhirnya memang akan diwariskan kepada kaum beriman, mereka yang tertindas, orang-orang saleh dan mereka yang bertakwa.

Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al A’raf: 127-128)

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS. Al Qashas:5)

Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah).” (QS. Al Anbiya:105-106)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (QS. An-Nur:55)

Salam, Jogjakarta 4-4-18

Penulis: Abu Qurma Al-Masyriqy

Link Source: The Global Review