Membaca Isu Pagebluk sebagai Pertanda Perubahan Peradaban

Sebagai contoh pagebluk “maut hitam” (black death) yang pernah melanda Eropa di Abad ke-14 (1347 – 1352). Simpulan yang bisa diambil dari cerita pagebluk di atas bahwa black death, selain membidani negara bangsa (nation state), juga melahirkan apa yang kini dikenal dengan istilah revolusi industri. Bagaimana bisa begitu?

Munculnya black death bermula dari Sisilia. Ya. Keterlambatan otoritas Sisilia mengantisipasi wabah maut hitam yang masuk melalui pelabuhan Messina, berdampak buruk terhadap benua Eropa. Apa boleh buat. Eropa dijangkiti pandemi selama lima tahun sehingga melenyapkan hampir sepertiga penduduk. Selanjutnya pola dan cara antisipasi otoritas serta dampak dari black death inilah yang gilirannya menjadi faktor pendorong dari perubahan di Eropa. Kenapa? Karena kehilangan banyak penduduk maka pemukiman dan lahan pertanian menjadi longgar. Muncul fenomena. Tanah yang luas serta langkanya tenaga kerja membuat rakyat tidak mau lagi tunduk kepada sistem (perbudakan) feodalisme. Dan akibat kuatnya fenomena ini, akhirnya menghancurkan sistem feodalisme di Eropa yang telah bercokol ratusan tahun. Singkat cerita, bahwa untuk mengolah lahan baru, para petani mulai mengajukan pinjaman uang. Bukan untuk riba dan konsumtif, tetapi untuk usaha-usaha produktif. Agaknya otoritas gereja pun mulai longgar serta toleran terhadap bunga pinjaman karena aktivitas tersebut malah menumbuhkan perekonomian di Eropa. Perlu dicatat, ada kecenderungan di Eropa usai pandemi mewabah bahwa sebagian modal diinvestasikan ke inovasi teknologi. Dan pasca black death memang ditandai dengan kemajuan teknologi. Itulah perubahan akibat wabah atau pagebuk di Eropa.

Francis Bacon menandai hal tersebut dengan kehadiran kompas, misalnya, atau mesiu, mesin cetak, dan lain-lain. Perkembangan tersebut pada gilirannya membuka jalan bagi ekspansi pasar yang membidani apa yang disebut dengan istilah nation state (negara bangsa) dan revolusi industri yang mengubah peradaban dunia.

Merujuk diskusi di atas, retorika menggelitik pun muncul, “Apakah Covid-19 mampu membuka jalan bagi perubahan (peradaban) ke arah lebih baik di bidang politik, sosial budaya, ekonomi dan seterusnya sebagaimana pernah terjadi pada Abad ke-14 di Eropa; terutama bagi negara-negara yang kini terpapar coronavirus termasuk Indonesia?”

Let them think let them decide! (end/sumber: TheGlobalReview)

M Arief Pranoto, peneliti senior Global Future Institute (GFI)