Membaca Pokok-Pokok Geostrategi Cina di Jalur Sutra (4)

Era Reformasi merupakan pintu bagi etnis Cina terjun ke politik praktis baik selaku anggota dewan, contohnya, atau politikus, pengamat, bupati/walikota, dan seterusnya bahkan hingga pejabat negara sekelas menteri. Dan sesuai isyarat “Invasi Senyap” di atas, kecurigaan terhadap saudara (sebangsa) beretnis Cina ini tak cuma berkembang di sebagian elit pribumi, tetapi rasa kecurigaan itu hadir pula di masyarakat pada umumnya.

Menariknya, survei berskala nasional oleh ISEAS Yusof Ishak Institute, lembaga riset di Singapura, bahwa sekitar 47-an persen responden setuju dengan anggapan bahwa etnik Cina di Indonesia masih memiliki kesetiaan terhadap Cina; sekitar 41-an persen (responden) juga punya anggapan bahwa orang Cina memiliki pengaruh politik; sedangkan sekitar 64-an persen menyatakan tidak nyaman jika dipimpin oleh politisi etnik Cina. Itu poin pokoknya.

Memasuki Abad ke 21, terbit lagi buku kedua. Judulnya juga sama dengan karya Alexander: “Silent Invasion“, namun kali ini ditulis oleh Clive Hamilton, Direktur Eksekutif The Australia Institute. Dan selama beberapa tahun ia menjadi profesor etika publik di Universitas Charles Sturt, Canberra.

Hamilton menyadari, bahwa sesuatu yang besar tengah terjadi dan ia memutuskan untuk menyelidiki pengaruh Cina di Australia. Hasil penyelidikan Hamilton sungguh mengejutkan, bahwa mulai dari politik, budaya, real estate, pertanian, bahkan sekolah-sekolah dasar ada temuan/fakta kuat tentang penyusupan Partai Komunis Cina (PKC) di Australia. Ia melihat, operasi senyap Cina menarget para elit Negeri Kanguru. Bahwa sebagian diaspora Cina – Australia telah dimobilisasi untuk membeli akses ke para politisi, membatasi kebebasan akademik, mengintimidasi para kritikus, mengumpulkan informasi untuk badan-badan intelijen Cina serta menentang kebijakan pemerintah Australia melalui protes di jalan-jalan. Ada benturan kepentingan antara PKC dengan demokrasi Australia.

Hamilton memberi isyarat, bahwa Invasi Senyap merupakan ancaman bagi kebebasan demokrasi di Australia. Cina memang penting bagi kemakmuran, ungkap Hamilton, tetapi — berapa nilai kedaulatan kita sebagai suatu bangsa? Tampaknya, Cina hendak menarik negara-negara lain ke dalam pengaruhnya melalui modus Invasi Senyap.

Sebenarnya melalui buku karya Alexander dan Hamilton tadi diperoleh pointers, bahwa Invasi Senyap ala Cina itu ada (being), nyata (reality) dan berada/berperan (existance) di berbagai negara. Barangkali, operasi tersebut kini tengah berproses secara masif melalui apa yang disebut kebijakan OBOR, atau BRI, atau Jalur Sutra Abad ke 21.

Dan kemungkinan besar, viral kasus Sheri Yan, wanita 62 tahun yang dijuluki “Ratu Sosialita Australia – Cina” yang ditangkap oleh agen FBI pada Oktober 2015 di New York karena menyuap John Ashe, mantan Presiden Majelis Umum PBB —Yan diduga sebagai mata-mata Cina— sesungguhnya cuma sekedar puncak gunung es dari apa yang disebut dengan Silent Invasion ala Cina.

(Bersambung Bag 5)

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute

(Sumber)