Membuka Tabir Sejarah: TNI Lahir dari Perjuangan Pribumi Mempertahankan Kemerdekaan RI

Tahun 1945 -1950 Belanda berusaha menjajah Indonesia dengan melancarkan agresi militer, dibantu tentara sekutunya yang adalah pemenang Perang Dunia II. Inggris mengerahkan tiga Divisi, Australia mengerahkan dua divisi, Belanda mendatangkan 200.000 tentara dari Belanda, dibantu pasukan KNIL dan pasukan Cina Po An Tui. Kekuatan militer sedemikian dahsyat dengan persenjataan paling moderen waktu itu, tidak berhasil mengalahkan TNI bersama rakyat Pribumi Indonesia.

Belanda mendapat kecaman dari dunia internasional. Demikian keadaan Belanda tahun 1950. Harta kekayaan lenyap, ribuan tentaranya tewas, dipermalukan di dunia internasional. Karena Indonesi telah Merdeka dan Berdaulat. Maklum kalau Belanda dendamnya sangat dalam.

Agar generasi muda Pribumi Indonesia tidak terjebak dalam perangkap skenario mengadu-domba sesama Pribumi seperti yang terjadi tahun 1948 dan 1965, perlu kiranya dibuka lembaran sejarah, agar generasi muda mengetahui, bahwa TNI yang lahir dari perjuangan Pribumi Indonesia, dan kini tetap berhadapan dengan “musuh-musuh lama NKRI,” baik di dalam, maupun di luar negeri.

Memang sangat disayangkan, bahwa Konflik Ideologi Impor yang diajarkan oleh seorang pemuda Belanda, Henk Sneevliet tahun 1913 ini, diwariskan terus kepada generasi muda Pribumi Indonesia, yang tidak mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu.

Kalau “musuh-musuh lama” TNI yang menolak keterlibatan TNI dalam melindungi segenap Bangsa dapat dimaklumi. Yang tidak dapat diterima dan ditolerir adalah, apabila ada penyelenggara negara yang menolak TNI menjalankan tugas sesuai dengan Amanat Pembukaan UUD 1945 dan berusaha menghilangkan peran TNI dalam perang mempertahankan kemerdekaan NKRI antara tahun 1945 – 1950.

Di luar negeri, seharusnya para diplomat Indonesia yang adalah ujung tombak pertahanan RI di luar negeri yang meluruskan pemutar-balikan fakta sejarah dan counter atas pembentukan citra negatif Indonesia di luar negeri

Selama saya tinggal 27 tahun di Jerman, Eropa Barat, saya melihat bahwa hampir tidak ada upaya dari para diplomat Indonesia untuk melakukan hal-hal tersebut di atas, karena mereka sendiri juga buta sejarah.

Sudah waktunya semua penyelenggara negara Indonesia, terutama yang bertugas di luar negeri, mengetahui sejarah Nusantara dan sejarah Indonesia yang sebenarnya, bukan yang dimanipulasi, masih versi penjajah, apalagi penulisan sejarah yang dipalsukan.()

(kl/sn)