Palapa Ring: Ketika Indonesia Bangga Gadaikan Kedaulatan Informasi Digitalnya

“Tantangan strategis dari posisi Tiongkok di era teknologi global jauh lebih besar daripada hanya satu perusahaan peralatan telekomunikasi. Hal itu merupakan tantangan strategis yang paling fundamental bagi kita semua,” ungkap kepala lembaga keamanan siber Government Communications Headquarters (GCHQ) Inggris, Jeremy Fleming.

Lebih lanjut Fleming mengatakan, hal itu merupakan tantangan strategis yang sangat kompleks yang akan berlangsung selama beberapa dekade mendatang. “Bagaimana kita menghadapinya akan sangat penting bagi kemakmuran dan keamanan yang jauh melampaui kontrak 5G,” jelas Fleming.

Ketika memberikan pidato di Singapura kepada para pemimpin pemerintah dan militer dari seluruh Asia Tenggara, Fleming juga mengatakan bahwa setengah dari 1.100 serangan siber Inggris dalam dua tahun terakhir memiliki aktor negara di belakang mereka. Dia menyebutkan kelompok-kelompok dari Tiongkok dan Rusia sebagai otak pelakunya.

“Keamanan masa depan kita akan dijamin bukan oleh kualitas pengkodean kita, desain silikon kita, atau kecerdikan operator siber kita, tetapi oleh ikatan yang mengikat kita secara bersama-sama dan hubungan yang memberi kita kepercayaan diri untuk bertindak tegas terhadap ancaman bersama,” tambahnya.

Kekhawatiran ini tidak hanya diungkapkan oleh Inggris. Bahkan AS dan mitra intelejen “Five Eyes“-nya yang lain selain Inggris yaitu Kanada, Australia dan Selandia Baru pun demikian. Kekhawatiran ini bahkan meluas ke negara-negara Uni Eropa.

Sebenarnya apa yang menyebabkan negara barat khawatir atas keamanan negara negara atas penggunaan peralatan digital tiongkok termauk penggunaan Huawei ini?

Kewaspadaan ini bukanlah tanpa dasar. Kasus yang memalukan intelejen Inggris yang sengaja ditutupi di depan publik adalah dalam kasus British Telecom tahun 2010. Bermula dari perusahaan Inggris, British Telecom (BT) memulai mengontrak Huawei di tahun 2005 sebesar 10 M Poundsterling untuk memasok router, transmisi, dan peralatan akses, untuk memperbarui infrastruktur jaringannya.

Di sisi lain, tidak ada kewajiban perusahaan Inggris untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pemerintah kontrak-kontrak kepada mitra perusahaan asing yang berpotensi membahayakan negara. Saat itupun BT tidak menyadari potensi adanya kebocoran informasi dalam pembaruan jaringannya.

Potensi kecurigaan itu mulai muncul tahun 2010 dengan adanya kasus yang terdeteksi di dalam apa yang disebut “sakelar inti” (core switches) yang dipasang oleh Huawei. Perangkat ini adalah proverbial stable door (pintu kode penyelaras kata/data) untuk lalu lintas informasi data masuk dan keluar.