Perang Nuklir di Ambang Mata, Mengungkap Kekuatan Nuklir AS dan Israel (bagian 5)

"Revealed: the Secret of Israel’s Nuclear Arsenal"

Lima hari setelah Vanunu menghilang, Peter Hounam menerbitkan berita besar untuk korannya, "Revealed: the Secret of Israel’s Nuclear Arsenal", begitu judul berita yang diturunkan di halaman depan The Sunday Times, 5 Oktober 1986. Vanunu sendiri, ketika sadar dan terbangun, telah berada di meja interograsi intelejen Israel.

Kala itu, Shimon Peres yang masih menjadi Menteri Luar Negeri Israel membantah berita yang diturunkan oleh The Sunday Times. Di berbagai stasiun televisi ia mengatakan, “Israel tidak akan menjadi negara pertama yang memperkenalkan nuklir di Timur Tengah.”

Selama minggu Vanunu hilang kabar, sampai kemudian Perdana Menteri Israel, Yitzhak Shamir mengumumkan bahwa Vanunu telah ditangkap dan sedang menghadapi tuntutan pengkhianatan dan spionase melawan Israel.

Persidangan Mordechai Vanunu dilakukan tertutup dan sangat rahasia. Polisi rahasia Israel berganti-ganti skenario membawa dan memindahkan Vanunu menuju pengadilan. Yang menjadi pertanyaan bagi Peter Hounam adalah, bagaimana Vanunu bisa ditangkap dan masuk ke penjara Israel?

Di penghujung tahun, bulan Desember, saat Vanunu menuju gedung pengadilan, ia menuliskan pesan di telapak tangan kirinya yang ditempelkan ke jendela mobil. Foto Vanunu dengan tangan bertuliskan bahwa dirinya diculik dari Roma dengan nomor penerbangan menjadi foto yang dramatis kala itu. Dan hal itu membuat Mossad marah besar. Sejak itu berbagai cara digunakan untuk menghalangi Mordechai Vanunu menyampaikan pesan. Mulai dari pemakaian helm teropong, pengecatan kaca mobil tahanan sampai suara sirine yang berdengung kencang untuk meredam teriakan Vanunu.

Tapi bagi Peter Hounam petunjuk kecil di tangan Vanunu sudah cukup menyingkap misteri. Nomor penerbangan dari Roma tersebut adalah titik terang. Diam-diam ia melacak kisah penculikan Vanunu yang membocorkan rahasia nuklir itu. Ditelusurinya satu persatu petunjuk sampai ia dapatkan nama seorang perempuan yang duduk di sebelah Mordechai Vanunu.

Ia mendapatkan nama C. Hanin, nama perempuan yang duduk di samping Vanunu. Maka Peter Hounam yakin, bahwa huruf C di depan nama Hanin itu adalah singkatan dari Cindy. Tapi nama sebetulnya bukan Hanin, dan juga bukan Cindy. Nama agen Mossad tersebul adalah Cheryl Bentov isteri seorang pejabat tinggi Mossad.

Berbekal tekad yang kuat, ia melacak Cheryl Bentov hingga ke rumahnya. Peter Hounam butuh waktu hampir setahun untuk menemukan rumah Cheryl Bentov di Netanya, Israel. Suatu hari, setelah menyiapkan berbagai bekal Peter Hounam akhirnya memberanikan diri mendatangi Cheryl Bentov di rumahnya.

Dan benar saja, ia berhasil menemui Cheryl Bentov di rumahnya. Tapi perempuan intel tersebut menolak diwawancara dan membanting pintu. Syukurnya, Peter Hounam berhasil mencuri foto Cheryl Bentov saat meninggalkan ruangan. Dan sejak saat itu, ketika fotonya terpampang di media massa, karir intelijen Cheryl Bentov di Mossad, berakhir sudah.

Mordechai Vanunu akhirnya divonis 18 tahun penjara. 12 tahun di antaranya harus ia habiskan di dalam sel isolasi kecil, tanpa manusia lain, penuh dengan siksaan dan itu membuatnya nyaris gila. Peter Hounam sendiri merasa heran, ia tak disentuh oleh Israel sedikit pun. Ia hanya diminta menjadi saksi dan membeberkan bukti, sesungguhnya yang sedang dilakukan oleh Mordechai Vanunu adalah aksi untuk menyelamatkan dunia.

Sedangkan Israel sendiri, hilang dari wacana internasional. Inspeksi tenaga atom milik PBB tak pernah menyebut-sebut nuklir yang jelas-jelas dimiliki oleh negara yang doyan perang itu. Sedangkan Amerika, tak pernah memasukkan negara Zionis tersebut sebagai ancaman, apalagi sebagai target yang mesti dimusnahkan. Alih-alih menjadi target, kemenangan George W Bush untuk kedua kalinya malah menjadi semacam penanda, bahwa Zionis kian menggurita dalam negara adidaya tersebut. (na-hn/dari berbagai sumber)

Selanjutnya: Vanunu Dibebaskan dan Ditangkap Lagi