Kemerdekaan Indonesia, Direbut dan Dipertahankan Ulama – Laskar Santri

Suatu ketika pasukan pejuang itu diperintahkan menjemput Akub Djaenal di Malang untuk diajak menuju salah satu markas pejuang di kota Pasuruan, yakni di rumah KH. Abdul Rochim, Jalan Nusantara Gang V (sekarang Jl. KH Wachid Hasyim). Di tempat itu mereka melakukan rapat mengatur strategi penyerangan beberapa sasaran musuh.

Namun, pada saat bersamaan pejuang kita mendengar pernyataan gencatan senjata sepihak dari pihak pasukan Belanda. Tanpa prasangka buruk atau khawatir jangan-jangan pernyataan itu merupakan siasat licik pasukan musuh untuk memancing tentara Allah itu keluar sarangnya, maka Imam Cs segera menuju pusat kota untuk memantau kondisi keamanan di sana.

Ternyata benar, perkiraan pasukan Imam meleset, dan tanpa diduga pasukan Belanda menangkap seluruh kawanan pejuang H. Satoeri. Selanjutnya, Imam Cs ditahan sementara di Gedung Trikora/Harmoni (sekarang digunakan STM Untung Suropati), lalu dibawa ke penjara Lowokwaru Malang.

Di penjara itu pejuang-pejuang muslim tersebut melakukan puasa bersama selama empat puluh hari. Ketika masa tirakatnya memasuki separuh perjalanan (hari ke dua puluh), pasukan Imam mengadakan gerakan mengumpulkan batu bata dan lombok/cabe yang akan dijadikan senjata untuk melumpuhkan penjaga penjara.

Batu bata itu ditumbuk halus kemudian dicampur cabe yang telah dihaluskan. Menurut H Satoeri campuran serbuk batu bata dengan cabe itu amat ampuh sebagai senjata. Benar, ketika memasuki hari ke empat puluh puasa, pasukan Imam menggerakkan seluruh penghuni penjara dan berhasil melumpuhkan penjaga-penjaga penjara itu. Campuran serbuk batu bata cabe itu ditebarkan ke mata pengaman penjara.

“Akhirnya, penghuni penjara Lowokwaru keluar semua, bebaslah kami. Malah kami dapat merampas senjata para penjaga penjara itu. Namun kami juga kehilangan dua rekan pejuang yang mati tertembak,” kisahnya bersedih.

Kiai Bangkitkan Semangat Pejuang

Keberhasilan H Satoeri melawan musuh bersama-sama rekan seperjuangannya yang dipimpim Imam Jembrak diakuinya berkat pertolongan Allah, Robbul Izzati, melalui wasila para kiai. Menurutnya, para kiai Pasuruan selalu meluangkan waktu untuk pejuang. Salah satunya, beliau-beliau senantiasa menerima kedatangan pejuang yang memohon doa restu sebelum berangkat perang. Ulama-ulama itu juga menentukan kapan pejuang harus menyerang atau tidak, dan menghindari serangan.

H Satoeri menyebut sejumlah kiai yang berjasa membangun semangat pasukan pimpinan Imam setiap kali melakukan penyerangan. Pemimpin-pemimpin Islam itu diantaranya KH. Abdullah bin Yasin, KH Abdul Chamid, Kiai Achmad Sahal, Kiai Mas Imam, KH Abdul Rochim dan KH Achmad Rifa’i, semuanya dari Kebonsari. Kemudian KH Achmad Dahlan (pernah menjadi Menteri Agama RI) dari Gentong, KH Achmad Djufri dari Besuk, dan KH Nur ayah KH Djasim Podokaton, keduanya dari wilayah Kabupaten Pasuruan.