Tulis Ulang Sejarah Nusantara: Pemurtadan Terhadap Muslim Aceh (31)

EvangelismEramuslim.com – Sekjen Hilal Merah, Muzakir Ridho, dalam Seminar dan Dialog Nasional “Perubahan Sosial dan Isu Pemurtadan di Nanggroe Aceh Darussalam” di Jakarta (5/1/06) menyatakan bahwa setelah satu tahun bencana tsunami, gerakan pemurtadan makin gencar dilakukan misionaris lewat LSM asing terhadap anak-anak dan rakyat  Aceh.

Metodenya antara lain dengan membagikan sembako yang telah disisipi buku-buku Kristen, majalah tentang Yesus, memberi uang jutaan rupiah ke setiap keluarga sebagai rayuan masuk Kristen, hingga ditemukan Injil berbahasa Aceh.

“Para misionaris ini melakukan berbagai strategi pemurtadan di Aceh dari yang lemah lembut sampai yang terang-terangan,” tegas Ridho yang juga menceritakan ada sebuah pemukiman pengungsi yang selesai dibangun oleh NGO lalu diberi tanda salib. Selain itu, sejak dua bulan pasca tsunami, aroma pemurtadan di Aceh kian terasa dengan adanya ratusan anak Aceh secara bertahap dibawa keluar Aceh untuk disiapkan menjadi pendeta.

Mereka juga mendirikan sekolah taman kanak-kanak (TK) di banyak tempat dan mencekoki dongeng serta lagu-lagu Nasrani. Bahkan, mereka mencuci otak anak-anak Aceh dengan mengatakan Allah tidak adil karena mematikan orang tua sedang rumah Allah (masjid, pen) tetap berdiri.

Di Meulaboh, menurut catatan Hilal Merah, sudah ada 50 penduduk asli Aceh yang murtad. Dikhawatirkan jumlahnya semakin banyak. Ditemukan juga sekitar 5.000-an jilid buku dalam bahasa Aceh bertuliskan Injil Marhaban.

“Pemurtadan di Aceh ini sudah sangat kritis,” tandas Ridho. Berbagai ormas Islam di Aceh sebenarnya sudah melaporkan hal ini ke BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) dan Pemda, tapi tak ada respon. Ridho juga menceritakan bahwa beberapa waktu lalu sejumlah ormas Islam di Aceh turun ke jalan setelah mendengar adanya usulan pembangungan gereja tingkat tiga di Banda Aceh.

Alasannya, memperluas gereja yang sudah ada, karena jamaahnya semakin banyak dan akan menjadikan gereja terbesar di Asia Tenggara.

“Pasca tsunami ini orang Aceh banyak yang meninggal, tapi mereka seenaknya mengatakan jamaahnya semakin bertambah. Dari mana pertambahan itu? Berarti mereka telah melakukan pemurtadan, ini yang kita pertanyakan. Makanya, kita menentang jangan sampai diberikan izin mendirikan bangunan  pembangunan gereja!” lanjutnya.

Ada pula ditemukan surat perekrutan dari LSM asing terhadap orang Aceh untuk menjadi staff atau pegawainya dengan gaji belasan juta rupiah, namun di surat perjanjian tertulis kalimat “siap sebagai pelayan tuhan”.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Din Syamsudin, menyatakan telah menyaksikan adanya fakta proses pemurtadan di Aceh.”Dengan adanya bukti-bukti ini, memang tidak dapat diingkari lagi adanya pihak yang mengail di air keruh,” ujar Din saat di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh (26/12/05).

Pada silaturahim yang sengaja diadakan untuk melaporkan fakta pemurtadan itu, sejumlah bukti berupa Injil dalam bahasa Aceh, selimut bergambarkan salib, boneka sinterklas, booklet, brosur, pamflet berciri Islam tapi isinya tentang agama Kristen diperlihatkan kepada publik.

  • Kantor Departemen Agama (Depag) Kota Banda Aceh juga menemukan sejumlah bukti indikasi pemurtadan yang dilakukan sejumlah LSM asing. “Kita telah menemukan beberapa bukti di lapangan, namun hingga saat ini belum ada satu pun pelaku yang menyebarkan simbol-simbol pedangkalan akidah umat Islam itu yang tertangkap basah,” ujar Kepala Kantor Depag Kota Banda Aceh, Aiyub Ahmad. Menurutnya, meski bukti pemurtadan itu telah didapat, namun pihaknya sulit menemukan pelakunya, karena pengedaran simbol-simbol agama tertentu itu dilakukan di belakang layar. Barang bukti yang ditemukan Kandepag dari pengungsi itu, kata dia, antara lain berupa brosur. Saat ini, lanjut Aiyub, pihaknya bekerja sama dengan beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, seperti Muhammadyiah dan Aswaliyah untuk memantau dan menjaga pengaruh yang tidak wajar terhadap umat Islam di Aceh. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sendiri telah memanggil dan menasehati 17 LSM agar mereka bisa menghormati tradisi rakyat Aceh.
  • kristenisasiKetua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banda Aceh, Muhammad Makmun, mengatakan pihaknya memiliki bukti-bukti adanya proses pemurtadan yang dilakukan LSM asing di tempat pengungsian berupa kitab Injil, gelas bergambar sinterklas, sabun mandi merek Jesus Crist, majalah remaja Kristen, kaset ceramah Kristen, komik Kristen, serta boneka yang bila dipijit akan mengeluarkan suara berupa doa Kristiani.
  • Mujiyanto, aktivis Hizbut Tahrir Indonesia kaget bukan kepalang ketika mendapati banyak sekali buku saku tentang Yesus bertebaran di kapal motor Verona yang ditumpanginya menuju Calang, Kabupaten Aceh Jaya. Awalnya Mujiyanto Cuma memungut satu buku yang tergeletak di dekat nakhoda, tapi setelah diperiksa, buku-buku sejenis ternyata berserakan di seantero perahu. ”Ini pasti ada maksudnya, agar orang yang naik kapal bisa membaca itu. Kondisi Aceh betul-betul dimanfaatkan,” ujarnya. Buku saku itu, sepintas cocok dibaca oleh umat Islam, judulnya saja “Jalan Kepada Allah”. Tapi setelah dibaca dalamnya maka isi buku terbitan Missionary Pres Inc dengan alamat Po Box 120 New Press Indiana 46553, USA, itu bicara soal ketuhanan Yesus. Di Indonesia, lembaga tersebut beralamat di Tromol Pos 805 878 Surabaya Yallki-EHC. Di bagian dalam sampul ditulis seruan: Buku ini diterbitkan oleh YALKKI-EHC kepada orang-orang Kristen, keluarga Kristen, orang-orang yang berminat dan rela untuk menerimanya. Di situ juga tertulis frasa ‘tidak ada paksakan’ dengan huruf besar dan dicetak tebal. Dia mengakui bahwa memang upaya pemurtadan yang dilakukan secara terang-terangan itu tidak mudah terlihat. Kebanyakan aktivitas tersebut dilakukan tersamar dan jejaknya dikaburkan.
  • Veldy Verdiansyah, Manajer Relawan Dompet Dhuafa Republika, menemukan selebaran missi saat mengadakan seleksi guru pada 10 Januari 2006 di Banda Aceh. “Ada guru yang melaporkan kepada saya bahwa dua warga negara Barat membagikan majalah kepada anak-anak pengungsi. Setelah dilihat isinya tentang ajaran agama Kristen,” ungkap Veldy. Mendengar itu Veldy pun langsung minta salah satu contoh majalah yang kemudian didapat dan tertulis “Menuju Kerajaan Yehuwa”. Besar kemungkinan majalah ini terbitan Sekte Yehova.
  • Di Desa Durung, Aceh Besar, sejumlah relawan asing memberikan anak-anak pengungsi buku gambar dan pensil berwarna. Mereka lalu disuruh menggambar rumah-rumah tapi dengan penambahan simbol-simbol salib di tiap rumah, di samping atau di depannya. Mujirun, salah seorang relawan lokal, memperlihatkan gambar-gambar tersebut yang diambil dari kamp pengungsi di Desa Durung yang terletak di bawah perbukitan.
  • Di beberapa tempat pengungsian, seperti di Mibo, sejumlah anak pengungsi asal Aceh juga sudah pandai menyanyikan lagu-lagu Kristiani. “Penduduk di sana meminta kepada relawan muslim agar membimbing anak-anak Aceh untuk belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh,” kata Ilyas, salah seorang warga. Para relawan asing yang sempat beberapa hari ke lokasi dianggap telah mendompleng misi kemanusiaan untuk menyebarkan misi agamanya.
  • Di Pulau Aceh, di seberang Pulau We di mana Sabang berada, Catholic Relief Service (CRS) dikabarkan sudah mendapat lampu hijau langsung dari Presiden SBY untuk menangani pembangunan lebih dari 100 rumah penduduk. Lobinya dilakukan lewat Menkokesra Alwi Shihab. Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah pun kerap naik helikopter, mengunjungi daerah-daerah terpencil di pelosok Aceh dengan dipandu oleh dua orang petugas dari Obor Berkat Indonesia (OBI), organisasi yang rajin membungkus obat-obatan dengan kantong plastik bertuliskan pesan-pesan gereja. Lebih dari 70 LSM dari Vatikan dibawa sendiri oleh dubesnya masuk ke pedalaman garis pantai Aceh Barat dan siap mendirikan sekolah-sekolah. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)

——————————

Dapatkan App Eramuslim for Android KLIK DISINI.